REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencananya majelis hakim akan membacakan putusan vonis kepada terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dalam kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta hari ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) menjadi pertimbangan majelis hakim memutus vonis untuk mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
"Tuntutan KPK ini akan sangat berguna kalau juga menjadi bagian penting jadi pertimbangan hukum hakim," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto yang ditemui usai peresmian pembangunan gedung baru KPK di Jalan Gembira, Jakarta Selatan, Senin (9/12).
Tokoh yang kerap disapa BW ini mengatakan batas kewenangan KPK dalam kasus ini yaitu dalam mengajukan nota tuntutan terhadap terdakwa LHI. Tuntutan kepada LHI telah diajukan JPU KPK dengan hukuman maksimal yaitu 18 tahun.
Selain itu, dalam tuntutan juga ditambah dengan hukuman tambahan dan hukuman pengganti serta ditambah dengan pencabutan hak politiknya. Maka itu ia menagih janji Mahkamah Agung (MA) yang akan menegaskan sikapnya dalam memutus hukuman bagi pelaku korupsi.
"Kita tahu bahwa selama ini dalam beberapa kasus MA sudah menegaskan sikapnya yang tegas dan mudah-mudahan ketegasan sikapnya itu menjadi bagian penting dari pertimbangan majelis hakim pada hari ini. Nanti kita tunggu saja prosesnya," kata BW menjelaskan.
Sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut terdakwa yang juga mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq dengan hukuman pidana selama 18 tahun penjara.
Untuk pidana korupsi, Luthfi dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan. Sedangkan untuk tindak pidana pencucian uang, mantan anggota Komisi I DPR ini dituntut delapan tahun penjara.