REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menjerat tersangka suap yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
KPK juga telah memiliki bukti permulaan harta kekayaan Akil sebelum tahun 2010 berasal dari tindak pidana korupsi. "Tentu saja ada bukti permulaan, tapi kan apa itu bukti permulaannya, bukan untuk konsumsi publik," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto usai acara di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/10).
Bambang menjelaskan, jika adanya harta kekayaan Akil yang telah bercampur antara penghasilannya sendiri dengan yang berasal dari tindak pidana korupsi sudah diatur dalam UU TPPU.
Berdasarkan pasal 3, 4, 5 dan 6 dalam UU TPPU, tidak mensyaratkan apakah semua harta kekayaan harus proses layering (menyamarkan), covering (menutupi), placing (penempatan) dan integration (penggabungan).
Menurutnya, saat ini proses penyidikan TPPU terhadap harta kekayaan Akil sedang berjalan. Sehingga belum ada kesimpulan lebih awal apakah memang terjadi adanya penggabungan antara penghasilan dengan hasil korupsi yang dilakukan Akil.
Akil tidak hanya dijerat dengan UU TPPU tahun 2010, lanjutnya, karena hanya berlaku hanya untuk penelusuran harta kekayaan Akil yang di atas 2010. Kalau KPK hanya menggunakan UU tersebut, seolah-olah aset kekayaan Akil yang dilacak KPK hanya yang di atas 2010.
Maka itu, KPK juga menjerat Akil dengan UU TPPU sebelumnya yaitu pada tahun 2002. Penjeratan UU ini dimaksudkan agar tim penyidik dapat menjangkau lebih jauh dalam penelusuran aset milik Akil.
"Kan harus dibuka ruang di sprindiknya, kalau nggak nanti kita nggak boleh menangani kasus yang di bawah 2010," jelasnya.
Ia menegaskan penerapan pasal di UU TPPU pada tahun 2002 karena juga telah berdasarkan konstruksi yang didasarkan pada fakta-fakta. Saat ditanya apakah penelusuran aset kekayaan Akil juga saat masih menjabat sebagai anggota DPR, ia enggan menjawab dengan jelas.
"Gini deh, kita nggak usah bilang sejak kapannya. Tapi kita akan terapkan UU TPPU yang menyangkut UU yang terakhir dan UU yang direvisi sebelumnya," tegas mantan Ketua YLBHI ini.