REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- KPK mengajak Perguruan Tinggi (PT) di Yogyakarta, mengkaji kemungkinan hukuman mati bagi para hakim yang terbukti korupsi.
Hal ini muncul pascapenangkapan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar akibat kasus korupsi oleh KPK. Ajakan KPK ini muncul dalam pertemuan dan kerjasama antara KPK dengan empat PT di Yogyakarta, yaitu Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Universitas Atma jaya Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga di Yogyakarta, Jumat (25/10).
Kerjasama KPK dengan empat PT di Yogyakarta ini terkait akuisi informal dan data serta memanfaatkan publikasi lokal universitas oleh KPK. Publikasi lokal ini antara lain skripsi, tesis, desertasi, hasil kajian/penelitian, literatur dan dokumen lainnya yang terkait tindak pidana korupsi.
"UU mengatakan ancaman hukuman mati bisa dilakukan KPK jika terkait dengan bencana. Namun persoalannya apakah ini bisa diartikan sebagai bencana (kasus Akil) dalam arti harfiah atau tafsir. Maka itulah yang sedang kita kaji dan kita minta kampus untuk membuat kajian juga," ujar Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja.
Menurutnya, KPK banyak menerima dukungan dan desakan dari berbagai pihak agar menuntut Ketua MK tersebut dengan ancaman hukuman mati. Para pendukung ini menafsirkan jika apa yang dilakukan Akil Mochtar merupakan bencana dalam artian luas karena telah meruntuhkan pilar-pilar negara.
"Karena menurut mereka ada sesuatu yang membuat pilar-pilar negara ini runtuh. itu penafsiran mereka. Itu diartikan sebagai bencana dalam arti luas," katanya.