Selasa 08 Oct 2013 21:09 WIB

Pakar: Permanenkan MKH untuk Awasi Hakim Konstitusi

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Dewi Mardiani
Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin
Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menekankan perlu adanya pengawasan terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Poin itu menjadi salah satu yang masuk lima langkah penyelamatan MK setelah terjadinya kasus dugaan korupsi yang menyeret Akil Mochtar. Muncul kembali wacana Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi.

Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, menilai sebenarnya sudah ada yang mengawasi masalah etik hakim konstitusi. Ia mengatakan yang bisa mengawasi itu Majelis Kehormatan MK. Namun, menurut dia, majelis itu selama ini baru muncul ketika muncul dugaan terjadinya pelanggaran kode etik.

Irman menilai, ke depan Majelis Kehormatan bisa dipermanenkan keberadaannya. "Kalau mau diawasi, dipermanenkan saja majelis yang ada sekarang ini," kata dia, saat dihubungi, Selasa (8/10).

Irman mengatakan, Majelis Kehormatan itu bisa dibentuk sekretariatnya ketika dijadikan permanen. Sehingga majelis tidak hanya muncul ketika adanya dugaan pelanggaran kode etik. Majelis ini yang akan berfungsi mengawasi etik hakim konstitusi secara internal. "Sebaiknya Majelis Kehormatan itu dipermanenkan," kata dia.

Untuk upaya penyelamatan MK ini, Presiden SBY sudah menyampaikan lima poin. Antara lain mengenai rencana untuk menyiapkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu). Rencananya Perppu itu akan berisi aturan, persyaratan, dan seleksi hakim konstitusi. Selain itu, Perppu juga rencananya akan berisikan aturan mengenai pengawasan terhadap hakim konstitusi. Pengawasan itu dapat dilakukan oleh KY.

Mengenai rencana pengajuan Perppu itu, Irman mengatakan, presiden memang mempunyai hak. Akan tetapi, ia mengingatkan presiden agar berhati-berhati mengenai isi materi dalam Perppu itu. Jangan sampai, ia mengatakan materi Perppu dianggap inkonstitusional dan presiden terjerumus. "Materi mengenai pengawasan oleh KY itu tidak boleh diatur Perppu," kata dia.

Irman mengatakan, sebelumnya MK sudah membuat putusan untuk membatalkan aturan mengenai kewenangan KY untuk mengawasi MK. Ia mengatakan, Perppu itu tidak dapat menganulir putusan MK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement