REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menginstruksikan anggota fraksinya di Badan Legislasi (Baleg) untuk tidak melanjutkan proses pembahasan revisi RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Setelah melakukan kajian mendalam, bertemu dengan berbagai elemen masyarakat termasuk berdiskusi dengan para pakar, FPKS berkesimpulan bahwa UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK tidak perlu direvisi. Karena itu, kami instruksikan kepada anggota kami di Baleg untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi UU KPK,” kata Sekretaris FPKS KH Abdul Hakim, Rabu (3/10).
Keputusan itu diambil setelah FPKS melakukan kajian mendalam dan bertemu dengan berbagai elemen masyarakat terkait dengan rencana revisi RUU KPK yang saat ini sedang digodok di Baleg. Menurut Hakim, dari kajian yang dilakukan fraksinya, kewenangan yang dimiliki KPK sebagaimana diatur dalam UU KPK saat ini masih efektif menyokong kinerja KPK dalam mencegah dan menangani kasus korupsi.
Seperti diketahui, saat ini KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. KPK juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan sehingga memudahkan dalam mengungkap berbagai kasus korupsi besar.
Banyak kasus korupsi yang terbongkar dari hasil penyadapan. Sebut saja Jaksa Urip Tri Gunawan yang mengatur jalannya persidangan dengan Ari Talyta Suryani alias Ayin, terdakwa kasus korupsi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Kasus lain juga banyak yang menjadikan bukti rekaman percakapan telepon sebagai bukti di persidangan.
“Sebagai extraordinary crime maka upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi harus ditempuh dengan cara-cara yang luar biasa. Dan kewenangan yang dimiliki KPK saat ini masih cukup ampuh untuk menjerat pelaku-pelaku korupsi. Karena itu, tidak perlu ada pengurangan kewenangan sebagaimana yang ditakutkan banyak kalangan dengan ada rencana revisi UU KPK ini,” kata Hakim.