REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Pembertasan terhadap terorisme, seperti belum mengenal kata usai. Sebab, usai gerakan itu diberantas, muncul gerakan baru. Setidaknya, hal itulah yang terpantau di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) H Badrul Munir mengatakan, sinyalemen adanya pelatihan teroris di Kabupaten Lombok Timur, tetap terpantau aparat kepolisian, meskipun belum jelas indikasi terorismenya.
"Itu selalu dipantau dari hari ke hari, tidak lepas dari pantauan aparat keamanan terutama polri," kata Badrul di Mataram, Jumat (22/6), ketika dimintai tanggapannya terkait sinyalemen pelatihan terorisme di salah satu lokasi di Kabupaten Lombok Timur, NTB.
Sinyalemen pelatihan terorisme itu makin menguat ketika Direktur Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Petrus R Golose, mengungkapkan kepada media massa bahwa jaringan kelompok terorisme di Indonesia berhasil melakukan berbagai langkah penting, seperti bermetamorfosa dan bahkan melakukan revolusi.
Petrus juga mengangkapkan bahwa saat ini telah terjadi perubahan peta jaringan terorisme yang cukup besar. Menurut dia, Solo, Jawa Tengah, bukan lagi menjadi lokasi pusat gerakan dan pelatihan jaringan terorisme karena sudah mendapat pantauan yang ketat.
Pusat gerakan dipindahkan ke Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi. Sedangkan wilayah Sumatera Utara dijadikan pusat pengumpulan dana. "Target operasi mereka masih tetap di Bali," ungkap Petrus kepada wartawan di sela-sela memimpin Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan dan Penanganan Krisis dalam Penanggulangan Terorisme, di Markas Kopassus Grup-2, Kartasura, Sukoharjo, Kamis (21/6).
Menanggapi opini BNPT itu, Badrul mengatakan, bukan cerita baru kalau salah satu lokasi di Kabupaten Lombok Timur, NTB, sering didatangi kelompok garis keras. Hal itu, kata dia, memunculkan sinyalemen adanya pelatihan jaringan teroris, terhadap para santri di pondok pesantren tertentu.
"Itu sudah lama muncul, sekarang baru dimunculkan lagi ke media massa. Memang ada pelatihan kepada santri-santri, tetapi itu hanya latihan biasa," ujar Badrul.
Badrul enggan menjelaskan lebih jauh ketika ditanya latihan para santri itu menggunakan senjata atau peralatan yang tidak wajar. "Kalau itu yang dipersoalkan, dan bagaimana konkretnya, silakan konfirmasi kepada Kapolda NTB. Apa yang dipakai latihan silakan tanya ke Kapolda," ujarnya.
Ia menyayangkan semakin menguatnya sinyalemen pelatihan teroris itu, karena NTB sedang giat-giatnya mengembangkan sektor pariwisata dan pengembangan investasi di sektor lainnya. Wagub berharap, sinyalemen itu diperjelas oleh aparat kepolisian dan disikapi sesuai ketentuan yang berlaku, agar tidak menjadi hambatan pembangunan daerah.
"Gubernur juga pernah memunculkan hal itu di media, tapi saya kira semuanya akan disikapi secara baik dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya," ujarnya.