Selasa 17 Apr 2012 17:49 WIB

Kepala Daerah Korup karena Ingin Balik Modal?

Korupsi (Ilustrasi)
Foto: unodc.org
Korupsi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Banyak kepala daerah yang tersangkut masalah korupsi diakibatkan karena mereka harus mengembalikan modal yang telah dihabiskan sebagai ongkos politik pada saat pencalonan pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Kenyataannya memang seperti itu. Ketika mereka sudah terpilih dan menjabat, yang pertama dipikirkan adalah bagaimana cara mengembalikan uang yang telah dikeluarkan ketika pilkada," kata politisi PDIP, Mangara Siahaan kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/4).

Dalam kurun waktu setengah masa jabatannya, kata Mangara, para kepala daerah lebih sibuk mengurus pengembalian modalnya ketimbang berkonsentrasi membangun daerah. Sementara sumber dana yang digunakan itu tidak akan jauh dari proyek-proyek yang dibiayai APBD.

Menurut Mangara, para calon kepala daerah memang harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit untuk pencalonannya. Semua uang itu sudah harus dikeluarkan sejak pra kampanye hingga akhir masa kampanye. Setiap calon harus membiayai sendiri pengeluarannya termasuk menjalankan mesin partai yang mengusungnya.

"Jadi memang begitu sistem yang ada. Belum menang saja seorang calon kepala daerah sudah harus mengeluarkan uang besar," katanya seraya mencontohkan untuk membiayai saksi-saksi di TPS saja jumlahnya bisa mencapai miliaran rupiah.

Karenanya berdasarkan pengalaman selama masih menjadi pengurus DPP PDIP, Mangara menuturkan, setiap calon kepala daerah yang diuji di partai selalu ditanya seberapa besar kekuatan dana yang dimilikinya.

Dia juga mengatakan meski semua biaya pencalonan ditanggung kandidat, sementara parpol pengusung tidak mengeluarkan dana, namun ketika ada kepala daerah tersangkut kasus korupsi, tidak serta merta parpol pengusung harus bertanggungjawab dan ikut disalahkan.

"Jangan salahkan parpolnya. Mesin partai itu hanya dipakai pada saat pencalonan menjadi gubernur, bupati atau walikota," ujarnya. Politik biaya tinggi semacam itu, menurut Mangara Siahaan, sudah sulit dikembalikan seperti kondisi sebelumnya. Selain itu pandangan masyarakat dalam setiap pelaksanaan pilkada di manapun selalu berkonotasi dengan politik uang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement