Rabu 04 Apr 2012 14:01 WIB

Tersangka Baru Kasus Sistem Informasi Ditjen Pajak

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Hazliansyah
Korupsi (Ilustrasi)
Foto: unodc.org
Korupsi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik satuan khusus (satsus) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus korupsi proyek pengadaan sistem informasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Tersangka tersebut berinisial RNK dan telah dilakukan pencegahan ke luar negeri dari pihak imigrasi.

"Dari proses penyidikan yang dilakukan, tim penyidik menemukan fakta hukum baru yang ternyata ada salah satu orang lagi yang terlibat dan dinyatakan tersangka yaitu RNK," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum, Muhammad Adi Toegarisman dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (4/4).

Adi menambahkan, RNK telah dilakukan pemanggilan sebagai tersangka untuk pertama kalinya pada Senin (2/4) lalu, namun tersangka mangkir dalam panggilan tersebut. Penyidik pun menjadwalkan ulang pemanggilannya pada 9 April 2012 mendatang. RNK juga telah dilakukan pencegahan ke luar negeri dengan keputusan Jaksa Agung Nomor Kep -073 tertanggal 30 Maret 2012.

Mengenai perannya, sebagai pegawai di Ditjen Pajak, RNK merekayasa hasil proses pelelangan dengan memenangkan PT Berca Hardaya Perkasa. Perusahaan rekanan swasta itu dimenangkan karena proses lelang telah disesuaikan dengan kemampuan perusahaan tersebut.

"Perannya secara umum berperan dalam proses pelelangan itu. Sehingga memenangkan PT Berca Hardaya Perkasa karena ada perubahan spesifikasi dan disesuaikan dengan kemampuan PT Berca Hardaya Perkasa," jelas mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.

Sebelumnya Kejakgung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan sistem informasi Ditjen Pajak yaitu Bahar (ketua panitia lelang), Pulung Sukarno (pejabat pembuat komitmen-PPK), dan Liem Wendra Halingkar (Direktur Utama PT Berca Hardaya Perkasa). Dugaan korupsi IT Ditjen Pajak diketahui setelah adanya temuan kejanggalan senilai Rp 12 miliar dari nilai proyek Rp 43 miliar oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil temuan BPK, penyimpangan berupa tidak sesuainya perangkat dibanding spesifikasi dalam kontrak awal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement