Ahad 20 Nov 2011 17:45 WIB

Awas Jajanan Anak, BPOM Temukan 35 Persen Jajanan tak Sehat Bagi Anak Sekolah

Rep: friska yolandha/ Red: Stevy Maradona
Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) membeli jajanan harum manis (gulali kapas) di pekarangan sekolah mereka.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) membeli jajanan harum manis (gulali kapas) di pekarangan sekolah mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Pengawas Obat dan Makanan republik Indonesia (BPOM RI) menemukan sebanyak 35 persen jajanan anak sekolah di Indonesia tidak sehat dikonsumsi. Penelitian ini dilakukan BPOM dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).

"Pembuatan yang tidak higienis serta pedagang yang tidak dalam kondisi sehat ketika membuat jajanan tersebut merupakan salah satu penyebabnya," tutur Kepala BPOM RI, Kustantinah di Bandung.

Selain dua kondisi di atas, peneliti juga menemukan pemakaian bahan-bahan berbahaya di dalam makanan tersebut, seperti pengawet dan zat pewarna tekstil. Kedua bahan ini sangat tidak layak dikonsumsi karena berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Atas penemuan ini BPOM dan pemerintah daerah melakukan advokasi kepada para pelaku industri makanan rumahan. Pasalnya industri yang seperti inilah yang disebut sebagai pemasok jajanan anak, kata Kustantinah.

Selain upaya tersebut, BPOM juga melakukan upaya lain untuk memperbaiki kualitas jajanan anak sekolah seperti survei, pengawasan dan penelitian jajanan anak. BPOM juga memberikan pemberdayaan kepada komunitas sekolah, perkumpulan orangtua murid, dan guru.

Jajanan sehat tidak dapat dilihat secara kasat mata, lanjutnya. Untuk itulah pemberdayaan dan pembinaan ini penting dilakukan agar anak-anak tidak makan sembarangan yang menyebabkan mereka sakit. Selain jajanan yang dibuat oleh industri rumahan ada pula jajanan anak yang diimpor dari luar negeri.

Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah produk tersebut memiliki petunjuk bahasa Indonesianya. "Setiap makanan atau jajanan impor harus ada petunjuk dalam bahasa Indonesia," kata Ferry.

Selain itu pembeli juga diharapkan membaca terlebih dahulu bahan dasar pembentuk makanan tersebut serta tanggal kadaluarsanya. Barulah yang terakhir masyarakat melihat sertifikasi halal dari makanan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement