REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) membeberkan temuan empat klaster dalam skandal korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) proyek pembangunan serta penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Dua lembaga penyelidik partikelir tersebut mendesak agar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejagung) menyeret semua pihak-pihak terlibat dalam empat klaster korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun tersebut.
Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, mengungkapkan empat klaster tersebut terdiri dari kelompok di pihak Kemenkominfo dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). Klaster kedua dari pihak lembaga pengawas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketiga adanya klaster pemborong. Serta terakhir di klaster keempat, adalah para makelar kasus yang ‘bergentayangan’ di lingkungan kejaksaan untuk pengamanan penerapan pasal-pasal tertentu dalam proses penyidikan.
“Keempat klaster-klaster ini, semuanya turut menikmati aliran-aliran uang yang diduga bersumber dari tindak pidana korupsi dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Kemenkominfo ini,” kata Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pada Senin (26/6/2023).
Kurniawan menjadi perwakilan LP3HI dan MAKI dalam sidang perdana praperadilan terhadap Jampidsus-Kejagung serta Komisi III DPR RI terkait desakan agar penyidikan tersangka korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo juga turut dijerat dengan pasal-pasal dalam UU 8/2010 tentang TPPU. Akan tetapi sidang perdana, Senin (26/6/2023) itu digelar singkat tanpa kehadiran pihak Kejakgung maupun Komisi III.
Karena itu, hakim menunda persidangan sampai 4 Juli 2023 mendatang. Namun, Kurniawan membeberkan hasil investigasi LP3HI dan MAKI yang menjadi acuan dalam permohonan praperadilan tersebut.
Kurniawan menjelaskan dari klaster di Kemenkominfo dan BAKTI, tim penyidikan Jampidsus-Kejagung memang sudah menetapkan dua tersangka. Yakni tersangka eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP) dan Dirut BAKTI Anang Achmad Latif (AAL). Akan tetapi masih ada para terlibat lainnya, di lingkaran pejabat utama di Kemenkominfo dan BAKTI yang menurut LP3HI dan MAKI, pun turut menikmati uang hasil korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo tersebut.
Termasuk dikatakan Kurniawan, di level staf ahli menteri, maupun para jajaran direksi lainnya pada badan layanan umum tersebut. Pun Kurniawan menjelaskan, dari dua tersangka utama itu penyidik Kejakgung, cuma menjerat AAL sebagai tersangka TPPU. Sementara Johnny, kata Kurniawan dalam berkas perkara tak dikenakan sangkaan TPPU.
Dalam klaster kedua, terkait lembaga pengawasan, LP3HI dan MAKI menuding adanya aliran uang ke para anggota Komisi I di DPR RI, dan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kurniawan mengatakan, bukti aliran uang ke klaster lembaga pengawasan tersebut diperoleh dari pengakuan tersangka Windy Purnomo (WP). WP adalah tersangka swasta yang ditetapkan terkait perannya selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang menjadi penghubung, dan salah-satu penghubung, serta penyalur uang-uang ke sejumlah pihak di Kemenkominfo, di BAKTI, serta di DPR, juga di BPK.
“Berdasarkan pengakuan tersangka WP, telah menyerahkan uang sebesar Rp 70 miliar kepada orang bernama NY yang berdasarkan pengakuan diperuntukkan untuk oknum pimpinan di Komisi I DPR,” ujar Kurniawan.