REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat waktu yang digunakan untuk menatap perangkat elektronik (screen time) di kalangan anak cukup mengkhawatirkan, yaitu mencapai 11 jam per hari. Angka itu jauh melebihi batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan tingginya screen time di kalangan anak itu telah menjadi alarm bagi para orang tua. Pasalnya, screen time yang terlalu lama bisa berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak.
"Screen time anak-anak kita itu memang juga dalam kondisi yang sangat tinggi sebenarnya di Indonesia. Ini yang juga kemudian menjadi tanggung jawab sebenarnya semua orang tua," kata dia dikutip Republika, Kamis (4/12/2025).
Menurut dia, orang tua harus mampu memberikan pengasuhan yang baik untuk menurunkan screen time di kalangan anak. Sebab, terdapat faktor bahaya ketika anak terlalu asyik dengan kehidupan di dunia maya.
"Dari kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 11 jam sebenarnya anak-anak kita itu menggunakan internet. Nah ini yang kemudian menjadi peran semua pihak kan sebenarnya terutama di keluarga untuk orang tua itu memahami mengenai bahayanya penggunaan gadget yang terlalu berlebihan terhadap anak," kata dia.
Dokter konsultan psikiatri adiksi Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit, dr Yenny Sinambela, menilai keberadaan gawai hari ini sudah tidak bisa lagi dilepaskan dari kehidupan manusia, termasuk anak-anak. Pasalnya, hampir segala hal saat ini bisa dilakukan melalu layar sentuh yang ada di gawai.
"Karena kan namanya media sosial, internet, kita sudah lama hidup berdampingan dengan internet," kata dia kepada Republika, Selasa (2/12/2025).
Meski begitu, tidak semua hal yang ada di internet itu merupakan hal yang positif. Karena itu, penggunaan gawai maupun internet di kalangan anak harus tetap diawasi oleh orang tua. Adalah tugas orang tua untuk menyortir segala informasi yang masuk kepada anak, termasuk waktu penggunaan gawai untuk anak.
Menurut Bela, sapaan Yenny Sinambela, ada banyak faktor yang menyebabkan anak berlama-lama memainkan gawainya. Salah satu faktor yang paling banyak anak senang bermain media sosial adalah kepribadian.
Ia menilai, seseorang yang memiliki kecenderungan introvert atau penyendiri biasanya lebih senang berinteraksi melalui media sosial. Hal itu terjadi karena mereka merasa lebih nyaman berinteraksi tanpa tatap muka.
"Maka tempat zona ternyaman dia adalah media sosial, tempat ternyaman adalah berselancar di internet," kata Bela.
Ia mengatakan, kehidupan seorang anak di media sosial sebenarnya sudah menjadi hal yang wajar hari ini. Namun, ketika penggunaan medsos itu sudah berlebihan, ada kemungkinan anak sudah mengalami adiksi dengan gawainya.
Menurut Bela, WHO telah memiliki batasan screen time untuk anak, remaja, dan dewasa. Ketika screen time telah melebihi batas, hal itu bisa menjadi salah satu tanda bahwa seseorang telah mengalami adiksi. Apalagi, ketika penggunaan gawai telah memengaruhi emosi anak.
"Apakah kalau kamu dilarang, itu kamu menjadi emosinya meledak-ledak, menjadi marah? Berarti udah ada tuh kriteria-kriterianya, maka ketika kriteria itu masuk, dan ada gejala yang lain gitu ya, konsekuensi negatif, dan kamu tetap memilih medsos, maka kamu bisa tuh, masuk ke dalam kriteria (adiksi)," kata dia.