REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sementara dunia masih memperdebatkan regulasi dan etika AI, China sudah melesat jauh di depan. Dengan strategi nasional yang ambisius dan pendanaan yang hampir tak terbatas, pemerintah China tidak hanya memupuk inovasi, mereka secara sistematis membangun sebuah kerajaan kecerdasan buatan yang suatu hari nanti akan menguasai dunia.
Dari laboratorium-laboratorium raksasa hingga kurikulum coding di sekolah dasar, setiap kebijakan pemerintah ditujukan untuk satu tujuan tunggal: menduduki tahta tertinggi dalam perlombaan AI global. Ini bukan sekadar wacana, melainkan sebuah realitas yang sedang dibangun dengan kecepatan dan determinasi yang membuat para pesaingnya gelisah.
'Daging' optimisme China merajai kecerdasan buatan ada pada implementasi strategi ekonomi yang agresif melalui pemberian subsidi energi besar-besaran. Subsidi ini bukan sekadar bantuan biasa; ini adalah pilar fundamental dalam upaya Beijing untuk mendominasi industri teknologi global, khususnya di sektor semikonduktor mutakhir dan kecerdasan buatan (AI).
Subsidi energi secara langsung mengurangi biaya operasional yang sangat tinggi dalam produksi chip, memberikan perusahaan China keunggulan kompetitif yang signifikan terhadap rival internasionalnya, terutama AS dan Eropa.
CEO Nvidia Jensen Huang menjelaskan, kebijakan yang cerdas ini semakin mengkatalisasi pengembangan teknologi di China, sehingga mereka merajai pasar AI dunia, sebagimana diberitakan Financial Time dan TRT World.
Industri semikonduktor dikenal sebagai salah satu sektor paling padat energi di dunia. Pabrik-pabrik chip (fab) beroperasi dan membutuhkan pasokan listrik yang stabil serta besar untuk menjalankan mesin-mesin canggih dan menjaga kondisi ruangan yang steril (clean room).
Dengan mensubsidi biaya listrik dan energi lainnya, pemerintah China secara efektif menanggung sebagian besar beban operasional ini. Ini memungkinkan produsen chip China, seperti SMIC dan Huawei, untuk menginvestasikan kembali keuntungan mereka ke dalam riset dan pengembangan (R&D) alih-alih membayar tagihan energi yang membengkak.
Swasembada Teknologi Chip
Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) adalah perusahaan manufaktur semikonduktor atau foundry terbesar di China, yang didirikan pada tahun 2000 dan berkantor pusat di Shanghai. SMIC berperan vital dalam ambisi China untuk mencapai swasembada teknologi chip, terutama di tengah ketegangan geopolitik dan sanksi dari Amerika Serikat.
Meskipun secara teknologi masih tertinggal dari pemimpin industri global seperti TSMC (Taiwan Semiconductor Manufacturing Company) dalam hal node proses paling mutakhir, SMIC terus berupaya mengejar ketertinggalan dan menjadi pilar utama dalam rantai pasokan teknologi domestik China.