REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta berencana menaikkan tarif layanan Transjakarta yang sudah sekitar 20 tahun tidak mengalami kenaikan. Hal itu dilakukan karena beban subsidi untuk layanan transportasi umum massal tersebut sudah terlalu besar.
Salah seorang warga Kota Bekasi, Dini (36 tahun), mengaku tidak keberatan jika tarif Transjakarta naik. Mengingat, tarif layanan transportasi yang dioperasikan oleh BUMD Jakarta itu tak pernah mengalami kenaikan selama puluhan tahun. Meski begitu, kenaikan tarif harus diikuti dengan penambahan fasilitas.
“Boleh, tapi fasilitas ditambah,” kata dia kepada Republika, Rabu (29/10/2025).
Selain itu, bus Transjakarta juga mesti diperbanyak. Pasalnya, jarak waktu antarbus (headway) Transjakarta masih cukup lama ketika jam sibuk.
Dini mengaku pernah menunggu bus Transjakarta di halte sampai 35 menit saat jam pulang kerja. Padahal, saat itu banyak penumpang yang mengantre.
“Headway saat jam sibuk jangan terlalu lama. Biasanya sampai 30 menit saat jam pulang kerja,” ujar dia.
Ia pun berharap Pemprov Jakarta dapat mengintegrasikan tarif layanan transportasi yang dikelola BUMD Jakarta dengan layanan lainnya, seperti KRL dan LRT Jabodebek. Pasalnya, uang yang harus dikeluarkannya untuk mengakses transportasi umum berbeda cukup tinggi.
“Saya sehari pulang-pergi Rp 30–40 ribu. Soalnya naik LRT dulu. Sebulan bisa sampai Rp 1 juta. Karena itu, perlu adanya tarif integrasi antar-layanan,” kata perempuan yang bekerja di Ibu Kota itu.