Selasa 28 Oct 2025 15:12 WIB

Pengembalian Rp13,25 Triliun, Jimly: Membuka Mata tentang Sitaan Kejahatan

Kualitas administrasi di semua sektor harus diperbaikin.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, melihat, ekspose penyerahan uang korupsi CPO kepada negara oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) bisa menjadi momentum untuk perbaikan sistem administrasi. 

“Itu yang dikemukan terang-terangan. Itu bagus. Untuk mengingatkan semua orang bahwa berpuluh-puluh tahun banyak itu sitaan baik berupa uang maupun harta bergerak atau tidak bergerak. Bukan hanya kejaksaan, tapi juga polri, imigrasi. Kayak misalnya ada kapal yang disita karena melanggar, itu kemana?” ungkap Jimly.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Mantan anggota DPD RI ini menjelaskan, sistem administrasi penegakkan hukum harus dibenahi. “Ini bukan hanya satu kasus, semuanya,” tegas dia.

Dijelaskannya, aparat penegak hukum di semua daerah dan jangka waktu yang lama, telah melakukan berbagai penyitaan barang-barang yang melanggar ketentuan hukum. “Mobil disita , impor barang yang tidak sesuai ketentuan, Termasuk narkoba disita. Itu pada kemana?” ungkap dia.

Pengembalian kerugian negara dari korupsi CPO Rp.13,25 triliun, menurut Jimly, menjadi momentum untuk melakukan reformasi pemerintahan dalam melakukan modernisasi pelayanan. Kualitas administrasi di semua sektor harus diperbaikin. “Harus ada perbaikan besar-besaran dalam adminitrasi pemerintahan,” jelas Jimly.

Pada masa sekarang tidak perlu data statistik, menurut Jimly, sudah bisa langsung riil data.  Caranya dengan mengintegrasikan sistem informasi, sehingga semua barang sitaan baik di kejaksaan, kepolisian, imigrasi akan bisa diketahui semuanya. “Semua bisa diketahui termasuk narkoba. Apa betul dibakar apa dijual lagi? Lalu siapa yang menjual? untuk siapa?” kata Jimly.

Dengan demikian, ungkap Jimly, pengembalian kerugian negara akibat korupsi oleh kejaksaan, bisa membuka persoalan sitaan hasil korupsi. “Tapi nanti dulu soal pujian. Karena di lingkungan kejaksaan juga banyak sitaan. Tapi kita harus bersyukur, yang terakhir kemarin (ekspose pengembalian oleh kejaksaan) membuka mata,” jelas mantan ketua umum ICMI ini. 

Buruknya admnistrasi tidak hanya di sektor penegakan hukum, tetapi juga di sektor pendidikan. Jimly mencontohkan dengan maraknya kasus ijazah palsu. Dijelaskannya, perkara yang masuk ke Mahkamah Konstitusi maupun Pengadilan, sejak 2004 hingga 2024, selalu berkaitan dengan ijazah. 

“Terakhir perselisihan hasil pilkada di MK. Dari sekian seratus perkara, yang masuk ke persidangan ada 40 kasus. Dari angka itu, 7 di antaranya berkaitan dengan ijazah. Artinya ijazah jadi instrumen politik untuk menjatuhkan lawan politik,” jelasnya. Hal ini menjadi gambaran burukn ya administrasi perijazahan dalam sistem administrasi negara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement