Selasa 30 Sep 2025 15:06 WIB

Soroti Kejanggalan, DPR Desak Polisi Buka Lagi Kasus Kematian Diplomat Arya Daru

"Ada kejanggalan antara laporan kepolisian dan fakta yang diperoleh," kata Andreas.

Barang bukti kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan ditunjukan saat konferensi pers di gedung Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025). Dalam konferensi tersebut, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya meyimpulkan dalam kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan tersebut meninggal tanpa ada keterlibatan orang lain.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Barang bukti kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan ditunjukan saat konferensi pers di gedung Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025). Dalam konferensi tersebut, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya meyimpulkan dalam kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan tersebut meninggal tanpa ada keterlibatan orang lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XIII DPR RI mendesak agar kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, dibuka kembali dengan opsi ekshumasi atau autopsi ulang untuk memastikan penyebab kematian. Pihak keluarga Arya Daru pun menyetujui opsi ekshumasi itu.

“Rapat ini menyimpulkan agar kasus ini dibuka kembali. Ada kejanggalan antara laporan kepolisian dan fakta yang diperoleh, termasuk pernyataan Kementerian HAM yang menegaskan kasus jangan dulu ditutup,” kata Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, di Kawasan Parlemen, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Baca Juga

Menurut Andreas, desakan ekshumasi diajukan agar keluarga memperoleh kejelasan, dan semua pihak tidak bertanya-tanya terkait apa yang menjadi penyebab kematian korban. Ia menegaskan penyelidikan harus dilakukan secara terbuka dan transparan dengan melibatkan tim investigasi independen.

“Penyelidikan tetap oleh kepolisian, tetapi harus bisa dipantau tim investigasi maupun masyarakat,” tegasnya.

Komisi XIII juga meminta Kementerian Luar Negeri dan Kementerian HAM terlibat aktif karena Arya Daru adalah diplomat yang saat itu dipersiapkan bertugas di KBRI Finlandia. Dalam rapat, kuasa hukum keluarga, Nicholay Aprilindo, kembali menyoroti kejanggalan dan mendesak agar kasus ditarik ke Bareskrim.

“Kesimpulan bahwa ini bunuh diri tidak masuk akal sehat dan logika hukum,” ujarnya.

Istri almarhum, Meta Ayu Puspitantri, juga menyampaikan sejumlah klarifikasi, termasuk soal barang-barang pribadi yang dijadikan barang bukti.

“Semuanya punya saya. Kenapa justru itu yang dijadikan bukti, bukan barang lain?” katanya.

Meta mengaku setuju dengan rencana ekshumasi dan investigasi lanjutan. Kemudian dia berterima kasih kepada Komisi XIII yang dinilainya sudah membantu keluarga korban dalam pembenahan kasus ini.

Sebelumnya, Komisi XIII turut menghadirkan Wakil Kepala LPSK Susilaningtias, Direktur Kepatuhan HAM Kementerian HAM Henny Tri Rama Yanti, serta Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, yang masing-masing menekankan pentingnya perlindungan keluarga, prinsip due process of law, serta pemenuhan hak atas keadilan.

Rapat yang digelar terbuka itu ditutup dengan komitmen DPR mengawal agar penyelidikan berjalan transparan dan keluarga mendapatkan kepastian hukum.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement