Jumat 26 Sep 2025 15:21 WIB

Kepastian Status Lahan Kunci PT Agrinas Kelola 1,5 Juta Hektare Sawit

Satgas PKH yang telah menguasai lebih dari 3,3 juta hektare kebun sawit sitaan.

Satgas Penertiban Kawasan Hutan memasang plang di kawasan kebun sawit yang disita untuk negara di Kalimantan.
Foto: Antara
Satgas Penertiban Kawasan Hutan memasang plang di kawasan kebun sawit yang disita untuk negara di Kalimantan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) terus berusaha menguasai kembali lahan sawit ilegal. Langkah itu sebagai kebijakan penting untuk memperkuat tata kelola sumber daya alam.

Namun, keberhasilan program itu bergantung pada akurasi data dan kejelasan status hukum lahan yang diambil alih. Pakar hukum kehutanan Universitas Al-Azhar, Dr Sadino menjelaskan, penyerahan lahan sawit sitaan Satgas PKH kepada PT Agrinas Palma Nusantara perlu diiringi dengan verifikasi mendalam.

Baca Juga

"PT Agrinas sebagai pihak yang ditugaskan mengelola kebun sawit hasil sitaan harus segera melakukan verifikasi faktual di lapangan agar ada kejelasan tutupan lahannya dan penguasaan," kata Sadino dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

"Langkah ini penting untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menguasai lahan sesuai izin lokasi yang menjadi dasar klaim. Jika statusnya tidak jelas, potensi konflik bisa muncul di kemudian hari," ucap Sadino menambahkan.

Dia menyebut, klaim Satgas PKH yang telah menguasai lebih dari 3,3 juta hektare kebun sawit sitaan sebenarnya bisa dipahami. Pasalnya, petugas bersumber dari data resmi Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) meskipun tidak akurat juga.

Dari jumlah itu, sekitar 1,5 juta hektare telah diserahkan pengelolaannya kepada PT Agrinas. Kendati demikian, Sadino mengingatkan, masih ada potensi perbedaan antara angka di atas kertas dan kondisi faktual di lapangan.

"Perusahaan biasanya punya dokumen administrasi yang lebih jelas, tetapi kalau masyarakat seperti koperasi, kelompok tani, atau masyarakat di desa sawit, data luasannya sering tidak valid. Status kawasan hutan di Indonesia memang belum clear and clean, sehingga bisa terjadi tumpang tindih," ujar Sadino.

Dia pun mengingatkan, jika lahan semacam itu diambil alih Satgas PKH lalu diserahkan kepada PT Agrinas tanpa verifikasi yang jelas, bisa berisiko konflik tenurial dan muncul sengketa. "Hak-hak masyarakat itu dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. Secara norma hukum, hak atas tanah bukan lagi kategori kawasan hutan. Jika diabaikan, justru akan memicu masalah hukum baru," kata Sadino.

Dia menegaskan, kepastian status lahan adalah kunci agar BUMN pengelola, seperti PT Agrinas tidak terjebak dalam persoalan hukum dan sosial yang berlarut-larut.

Data penyerahan Satgas PKH ke PT Agrinas seluas 1,5 juta hektare tentu memerlukan pencermatan dalam tata kelolanya.

Hal itu karena status lahannya adalah kawasan hutan yang merupakan hasil sitaan dari Satgas PKH dan pengambilalihan kembali. Dilihat dari kondisi kebun sawitnya yang banyak mendasarkan pada izin lokasi, status lahannya mempunyai berbagai kriteria.

"Ada yang diambil dari lahan yang sudah dilekati hak atas tanah, ada yang masih izin lokasi dan sudah ada pelepasan kawasan hutan, ada yang belum dapat pelepasan kawasan hutan, ada yang sudah di HGU subjek hukum lain, sudah ada SHM subjek hukum lain, ada yang didalam perizinan kehutanan dan kriteria lainnya," kata Sadino.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement