REPUBLIKA.CO.ID, PALU, – Pemerintah Kota Palu dan Kejaksaan Negeri Palu telah menyepakati penerapan restorative justice yang disertai sanksi sosial bagi pelaku tindak pidana umum. Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman pada Senin di Palu, dan diharapkan mampu memberikan kepastian hukum yang lebih manusiawi bagi masyarakat.
Wakil Wali Kota Palu, Imelda Liliana Muhidin, menjelaskan bahwa pendekatan ini berbeda dari sistem peradilan konvensional yang berfokus pada penghukuman. Melalui restorative justice, pelaku didorong untuk bertanggung jawab langsung kepada korban, serta membuka ruang pemulihan baik secara materiil maupun emosional bagi korban.
Menurut Imelda, restorative justice tidak hanya bertujuan memulihkan hukum, tetapi juga memperbaiki hubungan sosial yang rusak akibat tindak pidana. "Momentum ini harus menjadi pijakan untuk menegakkan hukum yang berkeadilan dan berperikemanusiaan demi mewujudkan daerah yang lebih maju dan sejahtera dari semua aspek," ujarnya.
Imelda menekankan pentingnya peran kearifan lokal dalam penerapan hukum. Ia percaya bahwa pola ini dapat memberikan efek jera dan tekanan mental bagi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Ia juga berharap praktik peradilan adat dapat diformalkan melalui peraturan daerah sehingga perkara yang bisa diselesaikan secara tradisional tidak perlu berlanjut ke jalur hukum formal.
“Melalui sistem restorative justice, kita bisa menyelesaikan perkara dengan cara yang lebih manusiawi dan bermanfaat bagi masyarakat,” tutur Imelda. Diharapkan, pelaksanaan restorative justice di Kota Palu dapat berjalan lebih terstruktur, mengedepankan prinsip keadilan sosial, serta memperkuat harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.