Senin 15 Sep 2025 17:53 WIB

Pastikan PBNU tidak Terlibat Korupsi Kuota Haji, Gus Ipul Berikan Komitmen Ini kepada KPK

Gus Ipul menegaskan, PBNU menghormati upaya penegakan hukum oleh KPK.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.
Foto: Dok Pemkot Pasuruan
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan untuk mendukung proses penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024 pihaknya siap memberikan keterangan apabila diminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf atau Gus Ipul di Jakarta, Senin (15/9/2025), menegaskan bahwa hal tersebut sebagai bentuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan hingga bisa segera dituntaskan.

“Jika ada pengurus yang memang diperlukan keterangannya, tentu kita sungguh-sungguh menghormati. Kita harapkan yang dimintai keterangan bisa memberikan penjelasan dengan baik, sebagai bagian dari warga negara yang taat hukum,” kata Saifullah.

Baca Juga

Ia menggarisbawahi bahwa sejak awal PBNU mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan sangat menghormati kerja KPK dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

“Yang penting kita pastikan PBNU tidak terlibat. PBNU menghormati upaya penegakan hukum oleh KPK,” cetusnya.

Sebelumnya, KPK menyatakan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana kasus kuota haji, termasuk ke PBNU. KPK menegaskan penelusuran itu bukan untuk mendiskreditkan PBNU, melainkan sebagai bagian dari kewajiban memulihkan kerugian keuangan negara.

KPK telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.

Lembaga antirasuah itu juga menyampaikan sedang berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara dalam kasus tersebut. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan perhitungan awal kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun dan mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Selain ditangani KPK, Panitia Khusus Angket Haji DPR RI juga menemukan dugaan kejanggalan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan pada penyelenggaraan haji tahun 2024. Dari tambahan itu, Kementerian Agama membagi 10.000 kuota untuk haji reguler dan 10.000 kuota untuk haji khusus.

Pansus menilai pembagian tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement