REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sebuah 'proposal' berisi lima poin gencatan Gaza dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah dikirim kepada Hamas lewat mediator pada akhir pekan lalu. Drop Site pada Senin (8/9/2025) mendapatkan dokumen proposal yang berisi 100 kata dalam bahasa Arab itu dengan judul "Proposal Utama".
Dalam proposal yang mengandung sedikit detail itu ditetapkan bahwa, dalam waktu 48 jam setelah gencatan senjata ditandatangani, Hamas dan kelompok militan lain di Gaza harus melepaskan semua sandera tersisa baik yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia. Sebagai imbalan, Israel akan melepaskan "narapidana seumur hidup Palestina dan tahanan dari Gaza" dalam kurun 48 jam yang sama.
"Gencatan senjata akan berlaku setelah diimplementasikan, untuk periode 60 hari atau hingga negosiasi mencapai kesimpulan. Presiden Trump akan memberikan garansi bahwa pihak-pihak yang bernegosiasi dalam niat baik hingga kesepakatan tercapai," demikian berdasarkan dokumen yang diunggah Drop Site.
Selama periode dua bulan negosiasi, proposal itu mengajukan "pelucutan senjata" dari Gaza dan "pembentukan dari sebuah pemerintahan baru". Penarikan pasukan Israel hanya akan dilaksanakan setelah sebuah otoritas pemerintahan terbentuk atau negosiasi rampung. Proposal itu juga menyebutkan "amnesti" atau pengampunan bagi anggota Hamas.
Dokumen proposal Trump itu juga menyebut, negosasi termasuk soal definisi Hamas, namun tidak dijelaskan maksud dari poin itu. Proposal gencatan senjata itu juga menjamin "Dibukanya arus bantuan masuk ke Gaza selama implementasi dari perjanjian" namun tidak menyebut kuantitas dari bantuan yang masuk, siapa yang akan mendistribusikan, atau jenis bantuan apa saja yang akan diperbolehkan masuk ke Gaza.

Tidak jelas, siapa yang menyusun draf proposal gencatan Gaza versi Trump itu, yang menurut Hamas, dikirim ke mereka lewat mediator. Dokumen yang diterima Hamas itu juga tidak mencantumkan segel, stempel, atau tanda tangan, dan tidak diberikan tanggal.
"Ini yang kami terima dari Amerika. Itu terlihat seperti ditulis oleh Israel," kata seorang pejabat Hamas kepada Drop Site.
"Niatannya tidak hanya untuk mencapai sebuah kemenangan penuh militer atau penyerahan diri pejuang militer, tapi juga delegitimasi dari perjuangan Palestina, untuk berurusan dengan pihak seperti Nazi, dan Israel akhirnya menikmati superioritas moral," ujar pejabat Hamas itu menambahkan.
Amit Segal, seorang analis yang dikenal memiliki hubungan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga mengatakan pada Ahad, bahwa, "Ini bukan sebuah proposal Amerika, tapi buatan Israel, dibungkus plastik berlabel 'Buatan Amerika'," kata Segal.
Kepada Drop Site, pejabat Hamas menegaskan, bahwa satu-satunya jalan untuk mengakhiri aksi genosida Israel di Gaza adalah lewat sebuah perjanjian formal. Di mana, Trump secara efektif memerintahkan Netanyahu untuk membuat sebuah kesepakatan.
"Hamas menyambut inisiatif apapun yang bisa membantu upaya menghentikan agresi terhadap rakyat kami. Kami menegaskan kesiapan segera kami untuk duduk di meja negosiasi untuk mendiskusikan pelepasan semua sandera dengan imbalan sebuah deklarasi mengakhiri perang yang jelas, penarkan penuh pasukan Israel dari Gaza, dan pembentukan sebuah komite yang langsung bisa bekerja memerintah Gaza menuju kemerdekaan Palestina," demikian pernyataan resmi Hamas.
"Kami juga menuntut sebuah jaminan bahwa pihak musuh akan secara terbuka dan eksplisit berkomitmen atas apa yang sudah disepakati, sehingga pengalaman kesepakatan yang tercapai sebelum kemudian ditolak atau dimentahkan tidak terulang."