REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — PBB menyatakan bencana kelaparan yang meluas di Jalur Gaza merupakan dampak langsung dari kebijakan Israel yang memblokade pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut. Selama ini Israel kerap mengklaim telah mengizinkan cukup banyak bantuan masuk ke Gaza.
“Dalam beberapa pekan terakhir, otoritas Israel hanya mengizinkan bantuan masuk dalam jumlah yang jauh di bawah kebutuhan untuk mencegah kelaparan meluas,” kata Juru Bicara Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Thameen al-Kheetan, kepada media di Jenewa, Swiss, Selasa (19/8/2025), dikutip dari laman Reuters.
Al-Kheetan menambahkan, risiko kelaparan di Gaza merupakan “akibat langsung dari kebijakan pemerintah Israel yang memblokir bantuan kemanusiaan”.
Badan militer Israel yang mengatur urusan sipil di wilayah Palestina, COGAT, membantah tudingan tersebut. COGAT mengklaim telah menginvestasikan “upaya yang cukup besar” dalam pendistribusian bantuan ke Gaza.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 62 warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel. Pada awal bulan ini, Israel juga mengumumkan rencana merebut Kota Gaza.
Kelompok Hamas menolak rencana Israel untuk merelokasi warga Palestina di Jalur Gaza. Menurut Hamas, langkah tersebut dapat dipandang sebagai gelombang baru genosida dan pengungsian.
Dalam pernyataannya yang dirilis pada Ahad (17/8/2025), Hamas menyoroti rencana Israel menyediakan tenda dan peralatan pelindung lainnya di Gaza selatan. Tenda-tenda itu nantinya akan digunakan sebagai tempat bernaung warga yang dipindahkan dari zona pertempuran.
Namun, Hamas menilai rencana tersebut hanyalah muslihat. Hamas menyebut pengerahan tenda dengan kedok tujuan kemanusiaan merupakan tipuan nyata yang dimaksudkan untuk “menutupi kejahatan brutal yang akan dilakukan pasukan pendudukan”.
View this post on Instagram