Ahad 17 Aug 2025 18:34 WIB

Dapatkah Data Gempa Myanmar 2025 Bantu Prediksi Gempa Besar Berikutnya?

Memprediksi gempa bumi secara spesifik adalah hal yang mustahil, namun mempelajari gempa bumi yang terjadi di Myanmar sepanjang 2025 dapat membantu perkiraan kapan dan di mana gempa besar berikutnya akan terjadi.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Ann Wang/REUTERS
Ann Wang/REUTERS

Siang hari pada 28 Maret lalu, gempa berkekuatan 7,7 Skala Richter mengguncang Myanmar tengah di sepanjang Patahan Sagaing. Pusat gempa yang berlokasi dekat Mandalay, kota terbesar kedua di negara tersebut membuat gema ini menjadi yang gempa paling kuat yang melanda Myanmar sejak tahun 1912.

Gempa menyebabkan kehancuran besar infrastruktur Mandalay, menewaskan lebih dari 3700 jiwa. Dampak guncangannya bahkan sampai hingga ke Bangkok, ibu kota Thailand, menyebabkan sebuah gedung pencakar langit setinggi 30 lantai runtuh dan menewaskan setidaknya 92 orang.

Apakah para seismolog pernah membuat perkiraan gempa Mandalay?

Para ahli gempa telah mengantisipasi, akan terjadi gempa besar di sepanjang segmen patahan yang belum mengalami disrupsi setelah terjadinya gempa dahsyat tahun 1839. Namun mereka tidak dapat memprediksi, kapan gempa akan terjadi, di mana episentrumnya, atau seberapa dahsyat dampaknya.

Kit Yates, seorang ahli matematika dari Bath University Inggris mengatakan bahwa "Pergerakan dan interaksi lempeng tektonik Bumi sangat kompleks. Sangat sulit membedakan tanda peringatan gempa dengan ‘kebisingan' dari getaran lainnya, terutama dengan meningkatnya aktivitas manusia.”

Apa yang dapat dipelajari dari Gempa Mandalay?

Lima bulan setelah gempa, para ilmuwan menganalisis dampak kerusakannya. Jean-Philippe Avouac, seorang seismolog dari California Institute of Technology-Caltech, yang memimpin penelitian tersebut, dalam laporan yang diterbikan dalam junal PNAS menunjukkan, data dari gempa bisa digunakan untuk memperkirakan waktu, kekuatan, dan cakupan gempa di masa depan.

Rekaman real-time (waktu nyata) menunjukkan, pergerakan Patahan Sagaing secara rinci. Tanah bergeser sejauh tiga meter dalam waktu 1,3 detik di pusat gempa. Gempa berlangsung selama 80 detik dan menjalar sejauh 460 km di sepanjang patahan, menyebabkan terjadinya pergeseran permukaan sedalam enam meter.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Avouac bersama timnya membandingkan data ini dengan gempa-gempa sebelumnya, dan membuat model komputer yang memprediksi karakteristik Patahan Sagaing. Model yang disebut ‘efek memori' ini menunjukkan perubahan tektonik akibat gempa masa lalu, yang berpengaruh pada gempa berikutnya.

Model tersebut memperkirakan, gempa besar di Patahan Sagaing terjadi secara tidak teratur, dengan interval sekitar 141 tahun. Artinya, gempa besar berikutnya di Myanmar bisa terjadi sekitar tahun 2166, bisa lebih cepat atau lebih lambat sekitar 40 tahun.

Prakiraan bukan prediksi

Para ahli lebih berfokus pada prakiraan seismik bukan prediksi gempa secara pasti. Seperti halnya prakiraan cuaca - para peneliti memperkirakan kemungkinan gempa terjadi pada jangka waktu tertentu dan di wilayah tertentu.

Yates menjelaskan, ada hubungan konsisten antar frekuensi dengan kekuatan gempa. Hal ini memungkinkan para ilmuwan memperkirakan frekuensi gempa-gempa berkekuatan besar dari gempa-gempa kecil yang notabene lebih sering terjadi.

"Prakiraan semacam ini sangat penting untuk perencanaan antisipasi bencana. Contohnya Kota San Francisco, yang kemungkinan besar mengalami gempa berkekuatan tinggi dalam 30 tahun ke depan. Kota tersebut dapat mulai berinvestasi untuk menanggulangi gempa tersebut," kata Yates.

Prakiraan yang "penuh ketidakpastian”

Namun, Avouac menekankan, model yang ada saat ini hanya merupakan probabiltas asesmen bahaya, dengan ketidakpastian cukup besar. Para ilmuwan belum bisa memperkirakan waktu, lokasi, dan kekuatan gempa dengan akurat untuk mengambil tindakan seperti evakuasi.

Gempa adalah peristiwa yang kaos, yang kompleks, linier, dan sulit diprediksi. Perubahan sekecil apapun pada kondisi awal, bisa menyebabkan pergeseran seismik yang tak terduga.

Para peneliti kini sedang berusaha memahami lebih dalam, bagaimana aktivitas seismik dapat menghasilkan ragam jenis gempa, dengan harapan dapat meningkatkan akurasi penilaian risiko gempa di masa depan.

Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Agus Setiawan

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement