Di selatan Prancis, petugas pemadam kebakaran berjibaku mengendalikan kebakaran hutan di area yang lebih luas daripada ibu kota Paris. Kebakaran serupa berusaha dipadamkan di negeri jiran Spanyol dan Portugal.
Pada musim panas ini, hutan kembali terbakar di berbagai belahan Bumi. Dalam banyak kasus, kebakaran dipicu ulah manusia. Sebagian disengaja sebagai cara murah memperluas perkebunan. Api juga tersulut tanpa sengaja akibat pecahan kaca, puntung rokok, atau bahkan oleh hawa panas knalpot mobil yang menyulut kebakaran padang rumput atau hutan kering.
Pemanasan global akibat tingginya emisi gas rumah kaca mempercepat pengeringan tanah yang memudahkan munculnya karhutla. Krisis iklim selain itu melazimkan cuaca ekstrem seperti gelombang panas dan angin kencang.
"Perubahan iklim menciptakan situasi yang berubah cepat, di mana suhu dunia kian panas dan banyak tempat semakin kering, sehingga risiko kebakaran hutan meningkat,” kata Albert Wotke, pakar kehutanan di World Wildlife Fund (WWF), organisasi perlindungan lingkungan.
Antara tahun 2001 dan 2024, api menghanguskan 152 juta hektar hutan alami, yang mencakup sepertiga dari seluruh kehilangan pohon di dunia pada periode yang sama. Program Lingkungan PBB (UNEP) memproyeksikan kebakaran ekstrem di seluruh dunia akan naik sekitar 14 persen pada 2030, dan 30 persen pada 2050.
Seiring makin banyak wilayah mengalami panas dan kekeringan, kebakaran juga semakin sering muncul di tempat-tempat yang dulu cukup lembap untuk mencegahnya — seperti hutan hujan Amazon dan Indonesia.
"Kita bisa mencoba mencegahnya, tapi sebagai umat manusia kita juga harus beradaptasi,” ujar Wotke.
Hutan sehat, perisai alami dari api
"Perlindungan terbaik terhadap kebakaran ekstrem adalah menjaga keasrian hutan," kata Sven Selbert, penanggung jawab konservasi hutan dan pemanfaatan hutan berkelanjutan di Nature and Biodiversity Conservation Union (NABU).
Di Eropa Tengah, misalnya, hutan yang sehat cenderung bersuhu sejuk, teduh, dan secara alami mampu mempertahankan kelembapan dan sebabnya tahan api. "Hutan semacam ini memang tidak mudah terbakar,” kata Selbert kepada DW.
"Pertama, karena kanopi menutup cahaya ke tanah, sehingga menekan pertumbuhan di permukaan tanah, terutama rumput. Kedua, karena daunnya tidak mudah terbakar," ujarnya. Vegetasi di lantai hutan mudah meranggas dan acap mengompori kebakaran. Tapi bukan cuma semak belukar yang memudahkan api menjalar.
Pohon konifer, misalnya, mengandung banyak getah yang mudah terbakar. Jika pohon ditanam rapat dalam perkebunan monokultur, api bisa cepat menyebar, terlebih jika rumput dibiarkan menjalar.
Di Kepulauan Kanaria, pohon pinus endemik sudah beradaptasi dengan kekeringan, kebakaran hutan atau letusan gunung api. Kulit kayu pinus yang sangat tebal tidak mudah hangus, dan cuma mengeras di permukaan yang terbakar. Berkat perlindungan alami ini, tunas baru bisa segera tumbuh dalam tempo singkat.
Di kawasan Mediterania, lonjakan populasi pohon eukaliptus non-endemik juga meningkatkan risiko kebakaran. Spesies invasif ini diimpor dari Asia dan Australia, untuk diolah menjadi kayu dan kertas. Budidayanya menyedot banyak air tanah, dan batangnya kaya akan minyak. Praktik monokultur eukaliptus pernah memicu kebakaran destruktif di Portugal pada 2017.
Vegetasi asli Mediterania dulunya terdiri dari pohon berdaun keras seperti holm oak, pohon gabus, dan zaitun — semuanya kebal kekeringan dan api. Namun, sebagian besar telah dibabat habis akibat ekspansi permukiman penduduk, pertanian, dan penggembalaan.
Konsep hutan tahan api
Memulihkan hutan alami bisa meningkatkan ketahanan terhadap kebakaran, tetapi prosesnya lambat. Pohon beech, misalnya, butuh sekitar 90 tahun untuk mencapai diameter 60 sentimeter dan tinggi 25 meter.
Karena itu, kata Lindon Pronto, pakar manajemen kebakaran hutan di Forest Fire Climate Resilience Initiative, langkah jangka pendek yang penting adalah mengurangi beban bahan bakar di hutan.
Menurut bekas petugas pemadam kebakaran itu, caranya adalah dengan menghilangkan rumput kering atau ranting kering yang mudah terbakar di lantai hutan lewat pemotongan mekanis, penggembalaan ternak, atau pembakaran terkendali pada bulan-bulan sejuk. Dia mencatat, pembakaran terkendali juga umum dilakukan masyarakat adat di Amerika Utara dan Australia.
Cegah kebakaran dengan sekat api
"Strategi lain adalah membangun sekat api selebar beberapa meter dan bebas vegetasi. Tanpa bahan bakar, api akan melambat atau bahkan berhenti," jelas Selbert dri NABU. Sekat api bisa disiram air agar lebih sulit dilewati api. Taktik strategis ini efektif di masa kekeringan ketika pasokan air terbatas.
Jalan dan sungai juga dapat berfungsi sebagai sekat api, namun wilayah tepi dan bantaran harus bebas dari rumput, semak, dan sampah yang mudah terbakar. Dalam kondisi angin tertentu, kata Pronto, kebakaran taktis yang diarahkan ke api utama juga bisa digunakan untuk menghabiskan bahan bakar di jalurnya.
Sekat api hijau juga dapat ditanam mengelilingi permukiman dan infrastruktur sipil. Di Eropa Tengah, praktik ini biasanya menggunakan jenis pohon asli. Sebaliknya, tanaman yang sangat mudah terbakar harus disingkirkan dari sekitar dan dalam kota.
Kegagalan membersihkan Los Angeles dari rumput non-asli seperti cheatgrass, memicu kebakaran besar pada 2024–2025.
"Cheatgrass mudah sekali terbakar, cepat sekali menyala, tumbuh tinggi, dan saat terbakar, percikan apinya terbang cukup jauh,” kata Selbert. Rumput ini dapat ditekan dengan penggembalaan atau diganti dengan tanaman asli yang lebih tahan api.
Kecepatan adalah kunci
Menghadapi kebakaran hutan yang cepat meluas memerlukan respons cepat, artinya api harus terdeteksi sedini mungkin, ujar Wotke dari WWF.
Di beberapa negara bagian Jerman, kamera pengawas kebakaran dipasang di menara telepon, menara air, atau menara pengawas lama. Kamera berputar mengambil foto untuk dianalisis jarak jauh. Jika terkonfirmasi kebakaran, dinas pemadam langsung diberi tahu.
Namun, Wotke mengingatkan, kondisi di lapangan juga harus siap untuk operasi pemadaman yang sukses. "Ini berarti sumur harus digali atau akses ke danau dibuat,” katanya. Pesawat atau helikopter pemadam juga harus siaga di wilayah yang sangat rentan.
Di dunia yang semakin panas dan kering, kebakaran hutan makin sering dan intens. Namun, persiapan matang, manajemen hutan yang baik, dan langkah perlindungan dapat membantu mencegah dampak terburuknya.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman.
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Agus Setiawan