Ahad 10 Aug 2025 05:59 WIB

Penelitian Palsu Bikin Orang Meragukan Sains

Para ahli menemukan jaringan terorganisir yang menyusupi penerbit-penerbit jurnal akademis dan mempromosikan penelitian-penelitian palsu. Ini jadi tantangan besar dunia penelitian modern.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Kim Soo-hyeon/REUTERS
Kim Soo-hyeon/REUTERS

Penelitian-penelitian ilmiah palsu semakin marak ditemukan, ini mengancam penelitian medis - demikian peringatan yang disampaikan para ahli.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal PNAS menemukan jaringan ‘aktor' yang bersekongkol menerbitkan penelitian palsu. Temuan ini dihasilkan dari analisis lebih dari 5 juta artikel ilmiah yang diterbitkan pada 70.000 jurnal.

"Ada kelompok editor yang bersekongkol untuk menerbitkan artikel berkualitas rendah secara massal, tidak melalui proses peninjauan tradisional lewat rekan sejawat,” kata penulis utama studi, Reece Richardson, seorang ilmuwan sosial dari Northwestern University AS.

Penelitian ini mengungkap adanya jaringan editor jurnal ilmiah yang kerap menerbitkan penelitian yang teridentifikasi memiliki masalah integritas. Ditemukan juga "perantara” yang menghubungkan penulis palsu dengan jaringan editor tersebut.

"Penipuan semacam ini menghancurkan kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini membuat analisis sistematis dan meta-analisis menjadi bias, menghambat pengobatan, dan menunda penelitian baru,” kata Anna Abalkina, seorang ilmuwan sosial di Frei Universität Berlin yang tidak terlibat dalam studi ini.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Penelitian gadungan - masalah yang kian serius

Penelitian ilmiah dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah pada jurnal penelitian. Ada puluhan ribu jurnal penelitian yang berbeda, masing-masing dengan tema penelitian dan dampak penelitian yang berbeda-beda.

Jurnal-jurnal ini menjadi wadah bagi para peneliti untuk berbagi temuan, teori, dan ide mereka dengan rekan sejawat dan masyarakat luas.

"Secara historis, industri publikasi penelitian ilmiah menjadi mesin pendorong kemajuan. Publikasi-publikasi ini ‘melahirkan' vaksin, antibiotik, internet, bedah steril … segala hal yang membuat hidup kita nyaman sekarang,” kata Richardson.

Diperkirakan satu dari tujuh publikasi penelitian mengandung data palsu. Kecerdasan buatan (AI) juga turut mendorong pelanggaran etika penelitian ini.

Penelitian-penelitian gadungan mengandung data yang dipalsukan, hasil yang tidak dapat diverifikasi, riset plagiat, atau gambar yang dimanipulasi.

"Kita dapat memetakan jaringan duplikasi gambar yang mencakup ribuan artikel,” kata Richardson.

Penelitian gadungan merusak integritas ilmiah

Penelitian palsu atau berkualitas rendah biasanya terdeteksi oleh editor jurnal atau lewat tinjauan kolega sejawat, namun para ahli memperingatkan penelitian-penelitian tersebut kini semakin sering diterbitkan oleh kelompok ‘aktor jahat' yang bersekongkol.

Banyak kasus-kasus penipuan ilmiah yang terungkap secara mencolok.

Selama pandemi COVID-19, penelitian palsu digunakan untuk membuat keputusan ilmiah dan politik mengenai keefektifan hydroxychloroquine sebagai pengobatan infeksi COVID. Para ahli mengatakannya sebagai ‘jurnal promosi diri' — di mana para penulis juga menjadi editor di jurnal yang mempublikasikan studi mereka.

Satu studi palsu dapat menyebabkan masalah yang berkepanjangan. Misalnya, peneliti menemukan bukti manipulasi gambar dalam studi yang jadi pedoman penanganan penyakit Alzheimer. Artikel tersebut akhirnya ditarik kembali dan peneliti utamanya turut mengundurkan diri. Meskipun demikian, menurut Abalkina, miliaran dolar dana riset dan tahunan waktu penelitian telah diinvestasikan dengan fondasi penelitian yang buruk itu.

"[Ini] luar biasa apa dampak yang ditimbulkan dari satu artikel saja,” kata Abalkina kepada DW.

Bagaimana menghentikan 'penyelewengan' ilmu pengetahuan?

Penulis utama studi ini, Luis Amaral dari Northwestern University di Illinois, AS, mengatakan bahwa penelitian ini kemungkinan adalah "proyek paling menyedihkan yang pernah saya ikuti.”

"Sangat menyedihkan melihat orang-orang berbuat curang dan menyesatkan orang lain. Tapi jika kita percaya ilmu pengetahuan bermanfaat dan penting bagi umat manusia, maka kita harus memperjuangkannya,” kata Amaral.

Kelompok penerbitan ilmiah telah menyadari masalah ini dan sedang mengupayakan metode baru untuk mengidentifikasi dan menarik kembali penelitian-penelitian palsu. Salah satu penerbit besar, Springer Nature, menarik kembali 2.923 artikel dari publikasinya pada tahun 2024.

Namun meski telah ditarik kembali, penelitian-penelitian gadungan ini sudah sempat terbit.

Para ahli seperti Abalkina dan Richardson mengatakan bahwa akar masalahnya ada pada cara penilaian penelitian ilmiah. Pekerjaan ilmiah dan pendanaan bergantung pada publikasi ilmiah.

"Ketika sumber daya minum namun ditekan untuk menghasilkan publikasi, kita hanya memiliki dua pilihan: Terlibat dalam penelitian gadungan atau meninggalkan dunia sains. Ini adalah situasi yang dihadapi oleh puluhan ribu ilmuwan,” kata Richardson.

Itulah mengapa solusi terbaik untuk melawan publikasi palsu, kata Richardson, adalah dengan menghentikan seluruh metrik kuantitatif dalam penilaian penelitian, seperti menghitung jumlah publikasi dan pengutipan.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor : Yuniman Farid

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement