REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pejabat tinggi kemanusiaan PBB pada Ahad (27/7/2025) memperingatkan bencana kemanusiaan yang semakin parah di Gaza, dengan mengatakan satu dari tiga orang belum makan "selama berhari-hari." Sementara, anak-anak berat badannya turun drastis di tengah kekurangan bantuan pangan cukup parah.
Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan sekaligus Koordinator Bantuan Darurat Tom Fletcher menyambut baik keputusan Israel untuk mendukung peningkatan bantuan selama satu pekan, termasuk pencabutan hambatan bea cukai dan pelonggaran terhadap pembatasan pergerakan. Laporan awal menunjukkan bahwa lebih dari 100 truk bantuan telah dikumpulkan dari titik-titik penyeberangan untuk diangkut ke Gaza. "Ini kemajuan," kata Fletcher, "tetapi bantuan dalam jumlah besar dibutuhkan untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang cukup dahsyat."
Dia menyerukan akses yang mendesak dan berkelanjutan, penanganan konvoi yang lebih cepat, perizinan perjalanan setiap hari ke perlintasan, pasokan bahan bakar yang konsisten, dan koridor kemanusiaan yang aman dan bebas dari serangan. "Orang-orang ditembak hanya karena berusaha mendapatkan makanan untuk keluarga mereka," ujarnya.
Fletcher juga menegaskan kembali tuntutan PBB untuk pembebasan semua sandera dengan segera dan tanpa syarat. "Pada akhirnya, tentu saja, kita tidak hanya butuh jeda - kita butuh gencatan senjata yang permanen," ujarnya.
Tentara Israel menolak seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata dan terus melancarkan serangan brutal ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 sehingga menewaskan hampir 60 ribu warga Palestina, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Pengeboman tanpa henti juga telah menghancurkan daerah kantong tersebut dan memicu kelangkaan makanan.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut