REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengusutan korupsi minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding sudah menetapkan 18 orang sebagai tersangka. Pada Kamis (10/7/2025) penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan ‘Raja Minyak’ M Riza Chalid (MRC) sebagai salah-satu dari sembilan tersangka tambahan. Ada nama mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution (AN) yang turut digelandang penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ke sel tahanan terkait korupsi yang merugikan negara setotal Rp 285 triliun sepanjang 2018 - 2023 tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyampaikan, tujuh nama lainnya yang diumumkan tersangka tambahan di antaranya, Hanung Budya (HB) selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina 2014. Lalu tersangka Tono Nugroho (TN) selaku SVP Integrated Supply Chain yang saat ini juga menjabat sebagai Dirut PT Industri Baterai Indonesia.
Tersangka Dwi Sudarsono (DS) selaku VP Crude and Product Trading ISC PT Pertamina 2019-2020. Tersangka Arif Sukmara (AS) selaku Direktur Gas Petrochemical and New Business PT Pertamina International Shipping.
Kemudian ada tersangka Hasto Wibowo (HW) yang dijerat atas perannya selaku mantan SVP Integrated Suppla Chain 2018-2020. Selanjutnya tersangka Martin Haendra Nata (MH) selaku Business Development Manager PT Trafigura Pte 2019-2021 sekaligus Senior Manager PT Trafigura Managemen Service 2021. Terakhir tersangka Indra Putra (IP) yang dijebloskan ke sel tahanan selaku Business Development Manager di PT Mahameru Kencana Abadi.
“Dari hasil penyidikan yang dilakukan secara marathon, dengan jumlah saksi-saksi dan ahli yang sudah kita periksa, penyidik hari ini menetapkan sembilan orang tersangka (tambahan) tersebut,” ujar Qohar di Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Lalu apa peran dari masing-masing sembilan tersangka tersebut dalam kasus ini? Qohar menerangkan, masing-masing tersangka itu punya peran yang beragam-ragam.
1. Alfian. Menurut Qohar, terungkap dari penyidikan, Alfian yang juga selaku Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina itu melakukan proses sewa-menyewa tempat penyimpanan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) Pertamina dengan PT Orbit Terminal Merak. Tapi sewa-menyewa itu dikatakan penyidik dilakukan dengan keculasan dengan penghilangan sengaja atas kepemilikan hak PT Pertamina atas PT OTM.
“AN melakukan proses penyewaan OTM secara melawan hukum dengan mengilangkan hak kepemilikan PT Pertamina,” kata Qohar.
Alfian, kata Qohar dalam kontrak tempat penyimpananan tersebut menyetujui harga tinggi yang tak sesuai dan merugikan keuangan negara. “Tersangka AN juga bersama-sama dengan tersangka HB melakukan proses penunjukkan langsung dalam kerja sama sewa TBBM (terminal bahan bakar minyak) Merak secara melawan hukum,” kata Qohar.
Tersangka Alfian sepihak dalam mengakomodir nilai sewa senilai 6,5 USD per Kiloliter (Kl) yang ditawarkan tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Direktur PT OTM dalam kontrak sewa-menyewa TBBM Merak itu. Dari kontrak sewa-menyewa TBBM Merak tersebut, tersangka Alfian, bersama-sama tersangka lainnya turut menghilangkan klausul skema kepemilikan atas aset-aset PT OTM.
“AN melakukan negosiasi harga sewa harga dengan hanya mengakomodir nilai sewa yang mahal sebesar 6,5 SUD per Kl dengan menghilangkan skema kepemilikan aset-aset PT OTM dalam kontrak 10 tahun yang diajukan oleh tersangka GRJ,” kata Qohar.
Tersangka AN, kata Qohar juga melakukan proses penjualan solar di bawah harga dasar kepada pihak-pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pun juga swasta. “Dan AN berperan aktif dalam penyusunan formulasi kompensasi yang tinggi untuk produk kilang Pertalite (RON 90) secara melawan hukum,” ujar Qohar.
2. Hanung Budya. Menurut Qohar ada dua peran krusial Hanung. Pertama ia bersama dengan tersangka Alfian terlibat dalam mengakomodir dan penunjukkan langsung TBBM Merak.
“Dan ikut dalam proses penyewaan PT OTM yang dilakukan secara melawan hukum yang menghilangkan hak-hak kepemilikan PT Pertamina atas objek sewa Terminal BBM Merak dari PT OTM,” kata Qohar.
3. Toto, menurut Qohar berperan dalam menyetujui pengadaan impor minyak mentah. Ia mengundang DMUT atau suplier yang tak memenuhi syarat dan kualifikasi sebagai peserta lelang impor minyak mentah tersebut.
Padahal diketahui, kata Qohar, DMUT yang dibawa oleh tersangka Toto itu, dalam status terkena sanksi lantaran tak mengembalikan pembayaran lebih atas pengadaan minyak mentah sebelumnya.
“TN juga yang menyetujui DMUT atau suplier tersebut sebagai pemenang pengadaan impor minyak mentah meskipun dalam praktik pelaksanaannya, pengadaan tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dan etika pengadaan yang terantum dalam value based lelang impor minyak mentah,” kata Qohar.
4. Dwi Sudarsono, menurut Qohar menjadi pihak bersama tersangka Sani Dinar Saifuddin (SDS), dan tersangka Yoki Firnandi (YF) melakukan persetujuan ekspor penjulan minyak mentah bagian negara (MMKBN) dan Anak Perusahaan Hulu Pertamina atau minyak mentah domestik pada 2021.
Persetujuan ekspor tersebut dengan alasan adanya kelebihan MMKBN dan Anak Perusahaan Hulu Pertamina. “Padahal seharusnya minyak mentah tersebut masih dapat diserah oleh kilang. Dan tidak ada excess (kelebihan) yang seharusnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri,” ujar Qohar.
Tersangka Dwi, kata Qohar juga memutuskan untuk melakukan pengadaan impor minyak mentah dengan jenis yang sama seperti hasil dari produk kilang di dalam negeri. Namun dalam pengadaan impor minyak mentah tersebut, dilakukan penggelembungan atau mark-up dengan harga lebih tinggi.