REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menetapkan lapangan olahraga padel sebagai objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa kesenian dan jasa hiburan. Adapun pajak yang ditetapkan untuk penyewaan lapangan padel adalah sebesar 10 persen.
Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jakarta M Thamrin mengaku prihatin dengan kebijakan tersebut. Meski telah memiliki dasar hukum, implementasi penarikan pajak itu dinilai perlu ditinjau ulang, khususnya untuk aktivitas olahraga.
"Sepertinya saya prihatin juga atas kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen untuk jasa hiburan, termasuk penyewaan lapangan padel," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Kamis (3/7/2025).
Ia menilai, lapangan padel adalah sarana olahraga yang kini semakin diminati masyarakat, khususnya generasi muda. Karena itu, keberadaan fasilitas itu semestinya didukung oleh pemerintah.
"Olahraga semestinya difasilitasi dan didorong, bukan dibebani dengan pungutan yang justru berpotensi menghambat partisipasi publik," kata dia.
Thamrin mengatakan, penerapan pajak hiburan terhadap kegiatan olahraga bisa menimbulkan ketidakadilan persepsi di masyarakat. Menurut dia, hal itu akan menimbulkan anggapan bahwa olahraga disamakan dengan hiburan komersial lainnya.
Padahal, olahraga memiliki fungsi strategis dalam mendukung kesehatan masyarakat. Selain itu, kegiatan olahraga juga dapat menciptakan ruang interaksi sosial yang positif.
Karena itu, ia mendorong Pemprov Jakarta untuk mengevaluasi kembali klasifikasi objek pajak itu agar lebih proporsional dan berpihak kepada kepentingan masyarakat luas. Ia mengakui, pajak daerah memang penting sebagai sumber pendapatan, tapi harus diterapkan dengan mempertimbangkan asas keadilan, manfaat sosial, dan aspirasi masyarakat.
"Saya berharap ada ruang dialog antara pemerintah daerah dan masyarakat, khususnya pelaku usaha dan komunitas olahraga, agar kebijakan pajak dapat berjalan efektif tanpa mengorbankan semangat hidup sehat dan berolahraga di tengah kota," ujar politisi PKS tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Komisi C DPRD Provinsi Jakarta Suhud Alynudin menilai Pemprov Jakarta semestinya tidak terburu-buru menerapkan pajak tehadap kegiatan olahraga padel. Mengingat, olahraga itu baru digemari masyarakat beberapa waktu belakangan.
"Biarkan dahulu kegiatan ini mendorong geliat ekonomi warga," kata dia.
Ia mengakui, padel termasuk dalam kategori olahraga permainan yang dikenakan pajak seperti tempat kebugaran (fitness center), lapangan futsal, lapangan tenis, dan kolam renang yang dikenakan bayaran atas penggunaannya. Namun, saat ini kondisi ekonomi masyarakat dinilai sedang tidak baik-baik saja. Alhasil, muncul respons negatif terhadap kebijakan tersebut.
"Respons nergatif muncul mungkin juga karena melihat kondisi ekonomi yang masih berat saat ini, dan juga eforia minat terhadap olah raga ini cukup besar di masyarakat," kata dia.
Suhud paham bahwa orang-orang yang melakukan olahraga padel umumnya berasal dari kalangan kelas menengah ke atas ya. Ia pun menilai hal itu menjadi dasar bagi Pemprov Jakarta mengenakan pajak atas olahraga tersebut.
"Tapi, menurut saya baiknya Pemprov menahan dulu untuk tidak terburu-buru mengenakan pajak saat ini," kata dia.
Diketahui, Pemprov Jakarta menetapkan lapangan olahraga padel sebagai objek PBJT jasa kesenian dan jasa hiburan. Aturan itu tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 20 Mei 2025.