Sejak 1960-an, arkeolog telah mencurigai bahwa Catalhoyuk — salah satu pemukiman tertua yang dihuni secara permanen di dunia — menyimpan rahasia tersendiri. Terletak di wilayah Turki modern, situs Zaman Neolitik ini telah lama menarik perhatian, bukan hanya karena usianya, tetapi juga karena dugaan bahwa perempuan memegang peran sentral dalam masyarakatnya.
Kecurigaan awal ini muncul dari penemuan figur-figur kecil yang menyerupai dewi ibu Anatolia. Namun, tanpa bukti konkret, dugaan tersebut lama hanya berstatus spekulasi.
Kini, berkat metode penelitian modern, kecurigaan itu berubah menjadi temuan ilmiah yang mengejutkan: masyarakat Catalhoyuk sekitar 9.000 tahun lalu berpusat pada perempuan. Sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh ahli genetika dari Middle East Technical University di Ankara menyebut masyarakat ini sebagai "female-centered society” — masyarakat yang berorientasi pada perempuan.
DNA ungkap struktur sosial matrilineal
Kesimpulan ini dicapai setelah para peneliti menganalisis 131 kerangka manusia yang ditemukan terkubur di bawah rumah-rumah pemukiman Catalhoyuk. Melalui analisis DNA, mereka menemukan, individu-individu yang dimakamkan di bawah rumah yang sama kebanyakan memiliki hubungan kekerabatan — dan yang menarik, hubungan tersebut berasal dari garis ibu.
Dengan kata lain, ketika pasangan menikah, mereka tinggal bersama keluarga pihak perempuan, bukan laki-laki. Pola ini disebut sebagai matrilokal, dan membentuk struktur sosial matrilineal.
Bukti lain peran penting perempuan terlihat dari jumlah benda kubur yang menyertai jenazah. Pada kerangka perempuan dan anak perempuan, ditemukan hingga lima kali lebih banyak benda pemakaman dibandingkan laki-laki.
Matriarkat di Catalhoyuk?
Apakah ini berarti Catalhoyuk adalah sebuah matriarkat — masyarakat yang dipimpin oleh perempuan? Tidak serta merta, kata Eva Rosenstock, arkeolog prasejarah yang terlibat dalam penggalian di sana.
"Aturan lokalitas — apakah masyarakat matrilokal atau patrilokal — tidak langsung menunjukkan siapa yang berkuasa," jelas Rosenstock dalam wawancara dengan DW. "Namun, keduanya memang sering berjalan beriringan."
Tukar anak untuk keadilan sosial
Mendapatkan DNA yang dapat dianalisis dari kerangka tersebut bukan perkara mudah. Catalhoyuk terletak di wilayah beriklim kontinental, dengan perubahan suhu ekstrem antara musim panas dan dingin, yang mempercepat degradasi tulang dan gigi — sumber DNA yang biasanya diandalkan.
Namun para peneliti menemukan sumber yang lebih tahan lama: tulang petros — bagian keras di dalam telinga. "Tulang ini seperti brankas DNA" ujar Rosenstock.
Dari analisis tulang tersebut, tim menemukan struktur kekerabatan yang mengikuti garis ibu. Namun, tidak semua yang dimakamkan di bawah satu rumah memiliki hubungan darah. Temuan ini mengarah pada dugaan, masyarakat Catalhoyuk mungkin menerapkan praktik pertukaran anak — misalnya, menitipkan anak sendiri kepada tetangga.
Tujuannya diduga untuk menciptakan keseimbangan sosial, dan mendorong pemerataan. "Jika anak Anda tumbuh tiga rumah jauhnya, maka Anda akan ikut peduli agar tidak hanya rumah Anda yang mendapat yang terbaik,” kata Rosenstock. Ini bisa menjadi cara mereka memastikan distribusi sumber daya yang lebih adil di antara komunitas.
Dari perempuan ke patriarki?
Pertanyaan besar berikutnya: bagaimana masyarakat yang berpusat pada perempuan seperti Catalhoyuk berubah menjadi sistem patriarki yang lebih umum kita kenal dalam sejarah kemudian?
Eva Rosenstock mengaku belum punya jawabannya. "Itu pertanyaan menarik selanjutnya,” ujarnya.
Satu hal yang pasti: Catalhoyuk menunjukkan, peran perempuan dalam masyarakat masa lalu mungkin jauh lebih besar dan lebih kompleks daripada yang selama ini diasumsikan.
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Agus Setiawan