REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Dua bayi meninggal di Jalur Gaza pada hari Kamis karena kekurangan gizi dan kekurangan susu formula. Kematian itu di tengah pengepungan Israel dan genosida yang sedang berlangsung di daerah kantong tersebut.
Kantor berita WAFA melaporkan, Keluarga kedua bayi tersebut mengawal jenazah mereka dari Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, setelah mereka meninggal karena kehilangan hak paling dasar atas layanan kesehatan dan makanan.
Pekan lalu, sumber-sumber medis memperingatkan akan adanya bencana kesehatan yang mengancam kehidupan bayi karena menipisnya persediaan susu bayi di tengah pengepungan dan perang yang sedang berlangsung.
Mahmoud Shurab, paman dari bayi berusia lima bulan, Nidal, mengatakan bahwa keponakannya meninggal akibat “kekurangan makanan dan tidak tersedianya susu,” dan mencatat bahwa ada kasus serupa di rumah sakit yang memerlukan intervensi segera untuk menyediakan susu terapeutik dan makanan yang sesuai untuk anak-anak.
Adapun Muhammad Al-Hamas, ayah dari bayi Kinda (10 hari), mengatakan putrinya meninggal karena kekurangan gizi dan obat-obatan.
Menurut sumber medis, jumlah korban jiwa akibat kekurangan makanan dan obat-obatan di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 244 orang. Dua kematian baru-baru ini menambah jumlah korban kelaparan dan kekurangan pengobatan, yang sebagian besar adalah anak-anak dan orang lanjut usia.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel, kekuatan pendudukan, telah melakukan genosida di Gaza, termasuk pembunuhan, kelaparan, penghancuran, dan pemindahan paksa, mengabaikan semua seruan dan perintah internasional dari Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.
Genosida tersebut menyebabkan lebih dari 188.000 orang tewas dan terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 11.000 orang hilang, ditambah ratusan ribu orang yang kehilangan tempat tinggal dan kelaparan yang merenggut banyak nyawa, termasuk anak-anak.
Bayi adalah salah satu kelompok yang paling terkena dampak blokade Israel, yang dimulai pada tanggal 2 Maret dengan larangan total terhadap makanan, air, tempat berlindung atau obat-obatan.
Di bawah tekanan internasional yang meningkat dan peringatan berulang kali mengenai kelaparan dari PBB, Israel mulai mengizinkan apa yang oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu disebut sebagai bantuan “minimal”, mulai tanggal 19 Mei.
Sejak itu, lebih dari 1.000 ton makanan bayi, termasuk susu formula, telah masuk ke Gaza, menurut COGAT, badan pertahanan Israel yang bertanggung jawab atas koordinasi bantuan di wilayah Palestina.

“Makanan untuk bayi sudah pasti masuk (Jalur Gaza), sesuai permintaan organisasi, kami menyetujuinya, dan tidak ada pembatasan makanan untuk bayi,” kata juru bicara COGAT.
Namun para pejabat kesehatan Gaza mengatakan bahwa untuk bayi-bayi ini, bantuan tersebut belum mencakup obat-obatan penting, susu formula, peralatan medis, dan suku cadang yang cukup untuk menjaga peralatan yang ada tetap beroperasi.
Pusat Hak Asasi Manusia Palestina mengatakan dalam sebuah laporan pada hari Senin bahwa susu formula bayi yang diperkaya hampir habis di pasar lokal, dan beberapa jenis sudah kehabisan stok. “Jumlah terbatas yang tersedia di beberapa apotek dijual dengan harga yang meroket, jauh melampaui daya beli sebagian besar keluarga,” katanya.
COGAT mengatakan makanan bayi sebagian besar didistribusikan melalui organisasi internasional – bukan melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza, sebuah kontraktor swasta yang didukung Israel dan menuai kritik dari kelompok lain. Saksi mata Palestina dan pejabat kesehatan mengatakan pasukan Israel telah menembaki kerumunan orang yang menuju ke lokasi GHF. Militer Israel mengatakan hanya melepaskan tembakan peringatan.