Kamis 26 Jun 2025 20:36 WIB

Siap-siap, Coding dan AI Diajarkan untuk SD-SMP-SMA Mulai Tahun Ajaran Depan

Mata pelajaran pilihan ini untuk melatih anak berpikir sistematis dan logis.

ILUSTRASI Coding, bahasa pemrograman
Foto: pxhere
ILUSTRASI Coding, bahasa pemrograman

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI akan memasukkan mata pelajaran Pemrograman (Coding) dan Kecerdasan Artifisial (artificial intelligence/AI) di kurikulum pada tahun ajaran 2025/2026 mendatang. Menurut Tenaga Ahli SKM Bidang Transformasi Digital dan Kecerdasan Artifisial (KA) Kemendikdasmen Nurvelly Rosanti, Coding dan AI akan menjadi sebuah mata pelajaran pilihan yang ditawarkan sejak kelas V SD.

"Jadi di tahun ajaran baru ini (2025/2026) kita sudah menerapkan pembelajaran Coding dan KA (Kecerdasan Artifisial) dimulai dari kelas V SD," ujar Nurvelly Rosanti saat ditemui Republika di sela-sela acara lokakarya bertajuk "Pemafaatan AI Dalam Dunia Pendidikan" di kampus UMJ, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (26/6/2025).

Baca Juga

Dia mengingatkan, anak-anak SD saat ini sudah termasuk generasi digital native. Mereka sejak usia dini telah akrab dengan perkembangan teknologi digital, termasuk gawai dan internet.

Menurut Nurvelly, dalam hal penggunaan aplikasi AI, anak-anak mesti mendapatkan pendampingan dari guru di sekolah dan orang tua di rumah sejak mereka berusia dini. Selain itu, para peserta didik juga mesti diajarkan perihal etika dalam penggunaan AI.

Terlebih lagi, ada berbagai efek dari AI, semisal "fake video." Dengan adanya mata pelajaran Coding dan AI, guru di sekolah dapat membimbing murid agar menyadari dampak positif dan negatif dari teknologi tersebut.

"Kita tahu, di smartphone itu ada banyak aplikasi-aplikasi yang berbasis KA. Tanpa adanya pengawasan dan pendampingan dari guru dan orang tua, tentu ini akan menjadi hal yang membahayakan mereka di masa depan," ujarnya.

Nurvelly mengaku khawatir bila penggunaan AI di sekolah-sekolah dibiarkan tanpa pendampingan dari guru. Hal itu justru menyebabkan kemalasan berpikir pada diri peserta didik, semisal mereka yang ingin mendapat jawaban instan atas soal-soal yang diberikan.

Karena itu, dalam mata pelajaran Coding dan AI, guru perlu memahamkan murid bahwa AI hanyalah alat (tool). Ini bukan pengganti mereka dalam berpikir dan mencerna ilmu pengetahuan.

"Kita mungkin tidak bisa sepenuhnya melarang anak-anak menggunakan tools digital, tetapi justru itulah pentingnya pendampingan," katanya.

"Anak-anak tetap harus dibiasakan menyelesaikan tugas secara natural, dengan usaha sendiri, misalnya melalui tanya-jawab langsung atau diskusi kelas. Ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mandiri," tambahnya.

Ajarkan logika

Nurvelly mengatakan, mata pelajaran coding di level SD hingga SMA lebih ditekankan pada upaya melatih para peserta didik agar mampu berpikir-komputasi (computational thinking).

Berpikir-komputasi, lanjutnya, berarti mampu mengabstraksi dan memecahkan masalah secara runtut, logis, dan sistematis. Dengan demikian, guru tidak lantas melatih para murid agar bisa menulis instruksi atau kode dalam bahasa pemrograman, sebagaimana yang biasa ditemui pada level universitas di jurusan ilmu komputer.

"Coding di sini bukan membuat modul program, tetapi pendekatan untuk melatih computational thinking anak-anak kita," ucapnya.

"Jadi, bukan anak-anak misalnya kelas V SD disuruh membuat kode (bahasa) pemrograman, tapi mereka dilatih berpikir logis, runtut, sistematis, dan kritis untuk kemudian menyelesaikan masalah," sambung dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement