Selasa 03 Jun 2025 10:05 WIB

TKA Dinilai Perkuat Objektivitas Penilaian Akademik Siswa

Sejak UN dihapus, Indonesia tak punya alat ukur standar yang berlaku nasional.

Sejumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengikuti ujian Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SMK Duta Karya, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (1/9/2022).
Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Sejumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengikuti ujian Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SMK Duta Karya, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (1/9/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) bagi siswa sekolah dasar dan menengah dinilai sebagai langkah tepat untuk memperkuat penilaian akademik yang objektif. Sejak Ujian Nasional (UN) dihapus, Indonesia tidak lagi memiliki alat ukur standar yang berlaku nasional.

“Sejak UN dihapuskan, Indonesia tidak memiliki alat ukur objektif untuk menilai hasil belajar individu siswa pada aspek mata pelajaran tertentu,” kata pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema, Senin (2/6/2025).

Doni menjelaskan bahwa sesuai amanat Pasal 57 dan 58 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, penentuan kelulusan tetap menjadi wewenang sekolah karena institusi tersebut paling mengenal keseharian dan proses pendidikan siswa secara menyeluruh. Namun, menurutnya, TKA dapat menjadi alat bantu dari pihak eksternal untuk menilai kualitas hasil belajar siswa secara lebih netral.

“Dengan cara ini manipulasi nilai sekolah akan berkurang dan di saat yang sama sekolah mendapatkan feedback untuk meningkatkan kualitasnya,” ujar Doni.

Ia menekankan bahwa TKA menjadi metode paling efektif untuk mengukur kemampuan akademik calon mahasiswa secara objektif dan sesuai standar global. Dalam praktiknya, pelajaran seperti Matematika dinilai lebih netral dari pengaruh latar belakang sosial ekonomi, berbeda dengan Bahasa Inggris yang cenderung bias terhadap siswa dari kelas menengah ke atas.

“Dengan begitu perlu dilakukan penataan ulang pada porsi persentase masing-masing mata pelajaran yang akan diujikan agar seleksi menjadi lebih adil dan representatif,” jelasnya.

Namun Doni juga mengingatkan perlunya pembenahan aspek pelaksanaan teknis TKA, terutama menyangkut integritas ujian di tingkat sekolah. “Aspek yang memerlukan penyempurnaan dalam TKA yaitu pelaksanaan ujian sesuai standar evaluasi, tidak boleh ada manipulasi dan kecurangan saat dilaksanakan ujian di sekolah,” tegasnya.

Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, sebelumnya menekankan bahwa TKA bukan pengganti UN maupun penentu kelulusan siswa, melainkan instrumen evaluasi akademik yang dapat digunakan sebagai indikator tambahan dalam seleksi pendidikan. Hasil TKA, menurutnya, juga dapat dimanfaatkan untuk proses penerimaan siswa baru maupun seleksi masuk perguruan tinggi.

Pada jenjang sekolah menengah atas, hasil TKA dirancang menjadi salah satu pertimbangan dalam penerimaan mahasiswa baru melalui jalur prestasi. Sementara di jenjang sekolah dasar dan menengah pertama, TKA dapat digunakan dalam seleksi penerimaan murid baru yang lebih objektif dan berbasis kemampuan akademik.

Soal-soal TKA di tingkat SMA nantinya disusun dengan pendekatan High Order Thinking Skills (HOTS), yakni kemampuan berpikir tingkat tinggi yang melibatkan analisis, evaluasi, serta penciptaan solusi dari permasalahan. Model ini serupa dengan soal ujian masuk perguruan tinggi negeri yang mengedepankan daya nalar dan pemahaman mendalam siswa.

Menurut Hetifah, pemerintah merencanakan pelaksanaan TKA untuk jenjang SMA pada November 2025, dengan cakupan mata pelajaran yang akan ditentukan kemudian.

“Sebaik apapun alat bantu yang digunakan, tidak akan optimal tanpa kesungguhan semua pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi diri dan perencanaan perbaikan ke depan,” jelas Hetifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement