Rabu 21 May 2025 09:48 WIB

Israel di Titik Nadir, Jadi Negara Paling Dikucilkan di Dunia

Israel menghadapi tsunami tekanan untuk menghentikan serangan ke Gaza.

Massa dari Aliansi Rakyat Bela Palestina menggelar aksi peduli Palestina di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Ahad (18/5/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa dari Aliansi Rakyat Bela Palestina menggelar aksi peduli Palestina di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Ahad (18/5/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Posisi internasional Israel dilaporkan mencapai titik terendah sepanjang masa. Hal ini mengutip pejabat Kementerian Luar Negeri Israel yang mengatakan bahwa Tel Aviv benar-benar menghadapi tsunami yang hanya akan bertambah buruk.

Yedioth Ahronoth pada Selasa malam mengutip sumber di Kementerian Luar Negeri Israel yang mengatakan kali ini Israel dalam masalah besar. “Kita berada dalam situasi terburuk yang pernah kita alami. Ini jauh lebih buruk daripada bencana. Dunia tidak bersama kita.”

Baca Juga

Sumber tersebut menyatakan bahwa “sejak November 2023, dunia tidak melihat apa pun selain kematian anak-anak Palestina dan rumah-rumah yang hancur,” dan menekankan bahwa Israel tidak menawarkan solusi atau rencana untuk hari berikutnya, yang ada hanya kematian dan kehancuran.

Ia kemudian memeringatkan soal  "boikot diam-diam" yang menurutnya belum pernah terjadi. "Hal ini akan meluas dan meningkat, dan kita tidak boleh meremehkan bahayanya." Dia menambahkan bahwa tidak ada seorangpun yang ingin dikaitkan dengan Israel.

Yedioth Ahronoth membahas tindakan yang diambil secara internasional terhadap Israel sehubungan dengan berlanjutnya perang pemusnahan di Jalur Gaza. Yang paling menonjol dari tindakan ini adalah penangguhan negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan Israel oleh Inggris. Surat kabar tersebut menyatakan bahwa hal ini dapat menimbulkan dampak ekonomi yang serius.

photo
Ratusan ribu orang menghadiri unjuk rasa di Den Haag, Belanda, 18 Mei 2025. Pengunjuk rasa menyerukan pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel dan aksinya di Gaza. - (EPA-EFE/PHIL NIJHUIS)

Menurut surat kabar tersebut, 592 hari setelah dimulainya perang di Gaza, kedudukan Israel di dunia internasional telah mencapai titik terendah, dengan tiga sekutu utama mereka—Inggris, Prancis, dan Kanada—pada Senin malam mengancam akan menjatuhkan sanksi jika perang di Gaza terus berlanjut.

Kurang dari 24 jam kemudian, Inggris mengumumkan pembatalan negosiasi perjanjian perdagangan bebas di masa depan dengan Israel, memanggil duta besar Israel untuk London, Tzipi Hotovely, untuk meminta teguran, dan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pemukim. 

Dalam konteks ini, Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa sumber-sumber di Gedung Putih juga menyatakan rasa frustrasinya terhadap pemerintah Israel. Amerika mengetahui bahwa Israel adalah satu-satunya pihak yang tidak berupaya untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif.

Sebelumnya pada Selasa malam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan kembalinya anggota senior delegasi perundingan dari ibu kota Qatar, Doha, sambil tetap mempertahankan staf teknis, setelah bersikeras melanjutkan perang pemusnahan di Gaza.

photo
Para pengunjuk rasa mendukung rakyat Palestina di Gaza, di Barcelona, Spanyol, Senin, 19 Mei 2025. - (AP Photo/Emilio Morenatti)

Surat kabar tersebut menekankan bahwa pernyataan dan langkah-langkah yang diambil saat ini terhadap Israel juga dapat menimbulkan dampak ekonomi yang serius. Inggris, misalnya, adalah salah satu mitra dagang terpenting Israel, dengan volume perdagangan sekitar 9 miliar pound sterling, menjadikannya mitra dagang terbesar keempat bagi Israel.

Perjanjian tersebut, yang mana London menunda negosiasi dengan Israel, sangat penting bagi industri teknologi tinggi dan seharusnya mencakup bidang-bidang yang sebelumnya tidak termasuk di dalamnya, menurut sumber yang sama.

Surat kabar tersebut menilai ancaman Eropa untuk membatalkan perjanjian kemitraan dengan Israel belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun Israel memperkirakan kemungkinan pembatalannya rendah, potensi kerugiannya diperkirakan mencapai puluhan miliar, menjadikannya ancaman ekonomi yang sangat serius.

Selain itu, Perdana Menteri Perancis François Bayrou mengumumkan pada Selasa malam bahwa ketiga negara (Prancis, Inggris, dan Kanada) telah bersama-sama memutuskan untuk menentang apa yang terjadi di Jalur Gaza dan akan bersama-sama mengakui negara Palestina.

Ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya dari tiga negara besar Barat ini dinilai sebagai pernyataan paling keras yang pernah dirumuskan terhadap Israel, menjadikannya "tampak sebagai negara paria di panggung internasional."

Media itu menyimpulkan bahwa Israel, dengan meningkatnya tekanan untuk menghentikan perang dan desakan mereka untuk melanjutkan perang, kini benar-benar terisolasi di panggung internasional. Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan mengenai posisi Israel di panggung internasional adalah reaksi Amerika terhadap perkembangan terkini.

Amerika Serikat, yang telah berulang kali mendukung dan membela Israel, kini tetap diam. Ini menimbulkan pertanyaan tentang posisi AS jika tuntutan untuk menghentikan perang sampai ke Dewan Keamanan PBB, dan apakah Washington akan menggunakan hak vetonya seperti yang dilakukan di masa lalu.

Meskipun pemerintahan Trump telah menyatakan dalam beberapa kesempatan bahwa mereka akan membela Israel, berbagai perkembangan dan meningkatnya ketegangan dapat mempengaruhi keputusan AS kali ini, sehingga meningkatkan ketidakpastian mengenai kesediaan Washington untuk melanjutkan dukungannya terhadap Israel di kancah internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement