REPUBLIKA.CO.ID, Mantan diplomat dan duta besar Inggris untuk Suriah Peter Ford, menilai, keputusan Amerika Serikat (AS) mencabut sanksi terhadap Suriah merupakan upaya Donald Trump "melawan" Israel. Keputusan itu juga dinilai Ford sebagai penegasan independensi Washington dari sekutu utamnya di Timur Tengah itu.
"Pengumuman tersebut terjadi di saat Trump tampak ingin menunjukkan independensi dari (pemimpin otoritas Israel) Benjamin Netanyahu. Pemimpin Israel itu mau tetap membatasi Suriah karena pada akhirnya Suriah adalah satu-satunya negara Arab dengan potensi menahan ambisi Israel," kata Ford, Jumat (16/5/2025).
"Oleh karena itu, keterbukaan Trump terhadap Suriah adalah tindakan perlawanan terhadap Israel," kata Ford, sembari menambahkan bahwa ada kemungkinan AS dapat semakin menekan Israel supaya mengakhiri agresinya di Jalur Gaza secara damai.
Ia kemudian menyebut figur yang mendampingi Trump saat pengumuman tersebut dibuat, yaitu Putra Mahkota dan Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS), punya maksud tertentu.
"Keterbukaan terhadap Suriah menunjukkan kekuatan hubungan AS-Arab Saudi setelah sempat merenggang di era Joe Biden. Trump mengisyaratkan bahwa ia lebih mendengarkan (Putra Mahkota Saudi) daripada Netanyahu," ucap Ford.
Perkembangan hubungan AS-Suriah memberi peluang bagi AS menjadikan Damaskus sebagai "protektorat" Washington, seperti Yordania, kata mantan dubes itu. Israel pun, menurut Ford, harus mempertimbangkan kembali pendekatannya terhadap Suriah dengan menahan serangannya terhadap negara yang dapat menjadi mitra dan klien AS.
"Bahkan mereka sepertinya harus melepaskan sebagian wilayah Suriah yang mereka caplok," tuturnya.