REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Lawatan Presiden Amerika Donald Trump ke Arab Saudi memberikan dampak yang sangat besar bagi dunia Arab. Kedatangan Trump menghasilkan kerja sama militer dengan Mohammed bin Salman senilai Rp 2 kuadriliun.
Satu lagi, dia menghapus sanksi Suriah, negara yang kini dipimpin oleh al-Sharaa lelaki yang dulu memerangi pasukan Amerika di Irak, kemudian menjadi buron bernilai sangat mahal. Namun kini, al Sharaa menjabat tangan Presiden Amerika.
Donald Trump telah bertemu dengan presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, di Arab Saudi, dan memberi tahu eks anggota ISIS itu bahwa ia memiliki “kesempatan luar biasa”.
Trump juga mengatakan Washington sedang menjajaki normalisasi hubungan dengan Damaskus, sehari setelah pengumuman bahwa semua sanksi AS terhadap Suriah akan dicabut.
Presiden AS bertemu Sharaa, mantan militan yang berperang melawan pasukan AS di Irak dan mendapat hadiah AS sebesar $10 juta untuk kepalanya hingga Desember 2024 , bersama putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, selama sekitar setengah jam sebelum konferensi Dewan Kerjasama Teluk (GCC) sebagai bagian dari kunjungan empat harinya ke Timur Tengah.
Itu adalah pertemuan pertama antara presiden AS dan Suriah selama 25 tahun dan merupakan tonggak penting bagi integrasi kembali Suriah ke arena internasional setelah tergulingnya rezim Bashar al-Assad pada tahun 2024.
Trump mengatakan kepada wartawan di Air Force One setelah pertemuan bahwa Sharaa adalah "pria muda yang menarik. Pria tangguh. Masa lalu yang kuat. Masa lalu yang sangat kuat. Pejuang."
Sharaa, 42, kemudian memuji keputusan Trump untuk mencabut sanksi sebagai “keputusan bersejarah dan berani, yang meringankan penderitaan rakyat, berkontribusi pada kelahiran kembali mereka dan meletakkan dasar bagi stabilitas di kawasan”.