Rabu 14 May 2025 11:14 WIB

WNI Korban TPPO di Kamboja Meningkat, Legislator Usulkan Penguatan Atase Kepolisian

Dalam kuartal pertama 2025 ini saja, sudah ada 1.301 kasus WNI bermasalah.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
55 WNI yang disekap oleh perusahaan online scam di Kamboja telah diselamatkan, Sabtu (30/7/2022).
Foto: KBRI PHNOM PENH
55 WNI yang disekap oleh perusahaan online scam di Kamboja telah diselamatkan, Sabtu (30/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Lola Nelria Oktavia menyoroti meningkatnya kasus para WNI yang diduga sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pada saat bekerja di Kamboja. Kebanyakan dari mereka mengalami intimidasi, penyekapan, bahkan kekerasan hingga berujung kematian.

“Saya pertama-tama sekali mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga para korban,” ujar Lola kepada wartawan, Selasa (13/5/2025).

Baca Juga

Lola mendorong kasus-kasus tersebut harus diusut tuntas dan dibongkar secara terang benderang agar memenuhi rasa keadilan keluarga dan menjadi pelajaran bagi masyarakat pada umumnya. Lola menyebut peristiwa seperti ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi di Kamboja.

Pada Juli 2022, 60 warga asal Jawa Tengah juga mengalami penyekapan. Di Desember 2022, 34 orang terduga korban TPPO asal Sulawesi Utara yang juga mengalami hal serupa, di assesmen di Mapolda Sulawesi Utara.

"WNI bermasalah di Kamboja juga secara kuantitas terus meningkat. Dalam kuartal pertama 2025 ini saja, sudah ada 1.301 kasus WNI bermasalah, lebih dari 85 persennya terkait penipuan daring," ujar legislator dari Partai Nasdem itu.

Atas lonjakan permasalahan, apalagi sampai sudah banyak WNI yang meninggal dunia, menurut Lola sudah saatnya keberadaan Polri di KBRI Phnom Penh diperkuat. “Kadivhubinter harus memberikan perhatian khusus soal ini, mengingat TPPO juga termasuk dalam kejahatan transnasional," ujar Lola.

Wakil Bendahara Umum Partai Nasdem ini mempertanyakan koordinasi dengan Kemenlu soal penambahan Atase Kepolisian yang pernah diusulkan tahun lalu. Baginya, Kamboja seharusnya menjadi salah satu negara yang diusulkan, agar kasus-kasus seperti ini bisa ditekan atau penanganan kasus bisa dipercepat melalui kehadiran atase kepolisian yang melaksanakan tugas sesuai Perkapolri nomor 1 tahun 2020.

“Langkah ini juga penting dan sejalan dengan MoU Kepolisian RI–Kamboja terkait upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional yang sudah ditandatangani bersama tahun 2023,” ucap Lola.

Selain itu, Lola mengaku terkejut ketika mengetahui Kamboja ternyata tidak terdaftar sebagai penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Informasi semacam ini penting diketahui oleh WNI. Oleh karenanya, Lola mendorong pihak-pihak terkait untuk lebih memasifkan penginformasian terkait ini.

“Hal ini juga perlu dilakukan kepada WNI yang ingin melakukan perjalanan ke negara-negara lain yang tidak terdaftar sebagai penempatan pekerja migran Indonesia,” ucap Lola.

Terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 tahun 2007, Lola meminta Polri bekerja sama dengan media dan influencer lokal, dan semua pihak untuk mengumumkan kepada masyarakat, siapa-siapa saja para pelaku TPPO yang sudah divonis itu. Misalnya 7 orang tersangka TPPO dengan modus bekerja di Kamboja yang ditangkap Polda Metro Jaya pada Desember 2024 lalu.

"Bagaimana putusannya dan siapa-siapa saja orangnya. Supaya ke depan tidak ada lagi yang jadi korban. Kita melakukan langkah ini untuk menutup celah-celah potensi terjadinya TPPO ke depan,” ujar Lola.

UU tentang TPPO sebenarnya sudah mengatur secara rinci. Bila terdapat manipulasi di saat perekrutan saja, sudah bisa masuk kategori TPPO. "Nah instrumen-instrumen dalam UU ini juga penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat," ucap Lola. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement