REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (KAI) memperkuat fungsi mobilitas Stasiun Manggarai di Jakarta Selatan, dengan menghadirkan layanan modern, integrasi antarmoda, serta pelestarian nilai sejarah sebagai simpul strategis transportasi nasional. Apalagi, ke depannya, Stasiun Manggarai difungsikan sebagai stasiun sentral menggantikan Gambir.
"Stasiun Manggarai adalah bukti bagaimana sebuah infrastruktur publik dapat merekam sejarah bangsa sekaligus menjadi motor kemajuan perkotaan," kata Vice President Public Relations KAI Anne Purba di Jakarta, Jumat (2/52025).
Stasiun Manggarai merayakan usia ke-107 tepat pada 1 Mei 2025. Fungsi Stasiun Manggarai kini sebagai simpul mobilitas urban modern yang menghubungkan sejarah panjang, inovasi infrastruktur, dan masa depan transportasi publik nasional secara terintegrasi dan efisien.
Nama 'Manggarai' berasal dari komunitas asal Flores, Nusa Tenggara Timur, yang dibawa ke Batavia pada masa Kolonial Belanda. Kini, kawasan itu berkembang menjadi pusat transportasi penting di ibu kota Indonesia hingga hari ini.
Sejarah kereta api Jakarta dimulai 1871 saat Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) membangun jalur Jakarta-Bogor. Kemudian, dibeli Staatsspoorwegen pada 1913 seharga 8,5 juta gulden untuk membangun Stasiun Manggarai di titik pertemuan strategis.
Stasiun itu resmi beroperasi pada 1 Mei 1918 dengan lima peron, lantai granit Bumiayu, dan struktur besi karya arsitek Ir J Van Gendt, yang masih menjadi identitas visual hingga kini. Peran strategis Manggarai juga tercatat dalam sejarah, yakni saat menjadi titik keberangkatan Kereta Luar Biasa yang membawa Presiden Sukarno ke Yogyakarta pada 3 Januari 1946, untuk memindahkan ibu kota secara rahasia.
Anne menyebut, Stasiun Manggarai sebagai infrastruktur publik yang merekam jejak sejarah bangsa sekaligus menjadi motor utama dalam kemajuan mobilitas urban masa kini. Kini, Stasiun Manggarai melayani berbagai jalur Commuter Line Jabodetabek dan Bandara Soekarno-Hatta.
Hal itu menjadikannya simpul transportasi terintegrasi dengan konektivitas tinggi yang sangat vital dalam sistem perkotaan Jakarta. Jumlah perjalanan kereta meningkat dari 881 pada 2015 menjadi 1.100 pada 2023, lalu mencapai 1.063 perjalanan pada 2025 berdasarkan Gapeka per April, menunjukkan kinerja operasional yang stabil dan dinamis.
Peningkatan kapasitas dilandasi proyek jalur bawah dan jalur layang oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, memungkinkan optimalisasi lintasan dan penguatan sistem transportasi nasional berbasis rel secara berkelanjutan. Dari sisi penumpang, volume naik dari 5,7 juta pada 2015 menjadi 7,55 juta pada 2019.