Oleh: Alwi Shahab*)
Pada 1982, Presiden Soeharto mendirikan Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP) sebagai ajakan pada umat untuk menumbuhkan semangat bersedekah. Girah beramal, dalam upaya menghimpun daya dan dana untuk memenuhi kebutuhan kaum Muslimin di dalam melaksanakan ibadah mereka sebagai mayoritas di negeri ini.
Membangun masjid yang merupakan cita-cita didirikannya YAMP, bagi Pak Harto merupakan kebutuhan yang tak terhindarkan umat Islam. Keberadaan masjid, selain sebagai sarana beribadah, juga merupakan simbol terwujudnya persatuan dan kesatuan masyarakat dalam ukhuwah Islamiyah. Dan, yang lebih penting, bagaimana kaum Muslimin bisa mencintai masjid sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupannya.
Pertimbangan lain yang mendasari berdirinya YAMP kala itu adalah kemampuan pemerintah yang masih sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan umat Islam. Ajakan Pak Harto untuk memberikan sedekah tersebut kemudian ditanggapi Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri (1982) dan anggota ABRI (kini bernama TNI) melalui surat Panglima ABRI, Jenderal Benny Moerdani.
Maka, pada tahun 1982 juga, YAMP mengumpulkan dana yang berasal dari pegawai negeri sipil (Korpri), ABRI (termasuk Kepolisian RI) yang beragama Islam. Nilainya sebagai berikut: Rp 50 (untuk golongan I), Rp 100 (golongan II), Rp 500 (golongan III), dan Rp 1.000 (golongan IV). Jadi, penghimpunan dana berdasarkan jenjang masing-masing pegawai. Hal ini sesuai dengan surat edaran Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan (kini Kementerian Keuangan).
Gagasan ini disampaikan Pak Harto selaku pemrakarsa YAMP kepada menteri keuangan pada 8 Desember 1982. Potongan gaji yang sedemikian kecilnya ternyata sangat bermanfat bagi umat Islam.
