Senin 24 Mar 2025 15:33 WIB

Mudik dan Ronda Tempo Dulu

Bila terjadi kebakaran atau pertengkaran, mereka membunyikan kentongan tanda bahaya.

Abah Alwi
Foto: Musiron
Abah Alwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada akhir abad ke-19, seorang pendatang dari Solo bernama RA Sastradarma menceritakan tentang Kota Jakarta yang masih bernama Batavia. Dalam masalah keamanan kota, peraturan kepolisian dijalankan dengan keras dan cermat.

Setiap persoalan diselesaikan dengan cepat tanpa embel-embel uang pelicin kasus. Orang yang bepergian malam hari tidak diizinkan membawa senjata tajam. Setiap penduduk kampung mendapat tugas jaga bergilir (ronda) tiap lima hari atau seminggu sekali.

Baca Juga

Penduduk dilarang berkelahi, apalagi tawuran yang kini marak; bukan hanya di Jakarta, juga di berbagai daerah. Ada petugas yang kerjanya keliling di kampung-kampung. Mereka adalah mata-mata polisi yang siap menangkap penduduk yang melakukan kejahatan.

Tiap kampung memiliki gardu penjagaan. Siang hari penjaga hanya dua orang, malam hari lima orang. Tiap orang bersenjata tombak, pentungan, dan dan tali. Selain yang menetap di gardu-gardu, malam hari ada lagi yang mengelilingi kampung mulai jam 8 malam sampai 5 pagi.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Sewaktu-waktu bila terjadi kebakaran atau ada orang mengamuk, mereka lekas membunyikan tanda bahaya dengan memukul kentongan. Gardu di kampung-kampung yang lain segera menyahut, hingga seluruh gardu di Batavia berbunyi.

Kodenya kentongan kebakaran dibunyikan secara cepat dan berturut-turut. Sedangkan, untuk perkelahian dan kejahatan, bunyinya lamban tiga kali berturut-turut. Menurut Sastradarma, penjagaan keamanan macam inilah yang menyebabkan Kota Batavia aman tenteram, angka pencurian rendah.

Padahal, warga masih menyimpan perhiasan dan harta bendanya di rumah. Untuk warga yang kaya bahkan aksesoris rambut emas, belum perhiasan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement