REPUBLIKA.CO.ID, OSAKA -- Paviliun Palestina di Osaka Expo 2025 tampak lengang, meskipun sudah dibuka sejak Ahad (13/4/2025). Tidak terlihat suasana pameran maupun pengunjung yang datang menengok.
Padahal Paviliun Palestina masuk ke dalam sorotan khusus di Osaka Expo 2025 karena 'dikategorikan' sebagai paviliun negara/wilayah yang tengah berperang/konflik. Negara lainnya dalam 'kategori' ini yang membuka ruang pameran adalah Ukraina.
Menurut staf pameran, saat diwawancara Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun, mereka kesulitan menata ruang pameran. Karena barang pameran yang seharusnya sudah dikirim dari Palestina tapi justru diblok oleh Zionis Israel. Staf pameran mengatakan saat ini mereka tengah berupaya agar sisa barang pameran yang ada di Tokyo secepatnya bisa dibawa ke Osaka.
"Kami ingin orang-orang tahu tentang sejarah dan budaya Palestina," demikian kata dia, Ahad.
Kontras dengan Paviliun Palestina, Paviliun Israel malah tancap gas bikin kontroversi. Japan Times melaporkan bahwa Paviliun Israel berencana untuk memajang bongkahan batu bangunan kuno yang mereka ambil dari kota tua Yerusalem. Batu ini bakal jadi pusat paviliun. Pejabat dari pihak Palestina telah keberatan dengan gagasan itu.
Menurut Paviliun Israel, batu itu, dengan berat sekitar 1,5 ton, ditemukan pada tahun 1969. Batu tersebut diyakini bagian dari puing menara yang dibangun oleh Dinasti Yahudi Hasmonean untuk melindungi Yerusalem setelah perang mereka melawan pemerintahan Suriah sekitar 2.000 tahun yang lalu.
"Batu itu akan dipamerkan sebagai simbol 'ketahanan dan pembaharuan' Israel," demikian penjelasan otoritas pameran Israel.
Waleed Siam, duta besar dan perwakilan Misi Umum Permanen Palestina di Jepang, mengatakan kepada The Yomiuri Shimbun pada hari Jumat bahwa langkah Israel melanggar konvensi internasional yang melarang ekspor properti budaya dari wilayah pendudukan, dan diragukan apakah batu itu berusia 2.000 tahun.
Siam mengatakan dia bermaksud mengajukan keberatan kepada pemerintah Jepang dan Asosiasi Jepang untuk Pameran Dunia 2025.
Sementara itu, perwakilan pemerintah Israel Yahel Vilan mengatakan itu adalah fakta sejarah bahwa tidak ada Muslim di Yerusalem ketika batu itu digali sekitar 2.000 tahun yang lalu, menambahkan tidak ada agenda politik di balik pameran.
“Pameran ini mungkin dimaksudkan untuk memamerkan sejarah Yahudi yang berasal dari sebelum Kristus,” kata Hiroyuki Suzuki, seorang profesor yang ditunjuk khusus di Pusat Studi Timur Tengah Universitas Tokyo. “Ini dapat menyebabkan kontroversi sebagai langkah untuk mengajukan banding bahwa daerah yang bersangkutan adalah bagian dari negara mereka.”