REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya muncul membela korban kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter residen PPDS di RSHS Bandung. Sikap itu diambil istri Ridwan Kamil tersebut di tengah terpaan isu dugaan perselingkuhan suaminya.
Atalia mengatakan, kasus pemerkosaan yang menimpa perempuan dan anak di Indonesia yang muncul ke publik merupakan fenomena gunung es. Ia mengecam segala tindakan kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak termasuk kasus dugaan dokter residen memerkosa pasien dan keluarga pasien.
"Saya dari Komisi VIII (DPR RI) hari ini juga turut serta mengecam ya terkait dengan tindakan yang dilakukan," ucap Atalia saat sesi konferensi pers di Kota Bandung, Sabtu (12/4/2025).
Atalia menilai, masalah kekerasan seksual yang terjadi muncul karena faktor relasi kuasa di mana pelaku memiliki kuasa lebih tinggi dibandingkan korban. Selain itu, ia pun menilai kasus kekerasan seksual yang muncul ke permukaan merupakan fenomena gunung es.
"Kita melihat ini adalah relasi kuasa, kasus-kasus seperti ini nampaknya sekarang sangat marak terjadi dan muncul ke permukaan. Kita tahu bahwa ini fenomena gunung es," kata dia.
Ia menyebut kasus kekerasan seksual yang muncul ke permukaan disebabkan korban yang berani untuk berbicara ke publik. Atalia mengatakan, data Komnas Perempuan pada tahun 2022 menyebutkan 60 persen korban kekerasan seksual tidak berani melapor.
"Kasus-kasus belakangan ini begitu bermunculan ya dari mulai kasus guru besar UGM ya, ini diberhentikan karena terbukti melecehkan banyak mahasiswi. Kemudian kasus Pesantren Jombang, jadi ini antara relasi kuasa antara Kiai dengan santrinya. Kemudian Kapolres Ngada begitu," kata Atalia.
Atalia mengatakan, munculnya kasus kekerasan seksual juga berdampak kepada perlindungan perempuan dan anak lebih signifikan. Ia mengapresiasi semua pihak yang bekerja keras membuat proses penanganan masalah kekerasan seksual menjadi cepat ditangani dan pelaku ditangkap.
Ia pun mengapresiasi RSHS Bandung yang responsif memberikan pendampingan kepada korban. Serta Kemenkes yang membekukan program pendidikan dokter spesialis anestesi, termasuk mencabut izin praktik dokter tersebut serta memecatnya sebagai mahasiswa dari Unpad.
"Sampai hari ini kita bisa menjaga korban sehingga tidak terganggu secara psikisnya begitu ya. Karena untuk menyelesaikan trauma saja yang bersangkutan masih butuh waktu," kata dia.
Selain itu, bantuan konseling dan psikologi forensik pun telah diberikan kepada korban. Termasuk Jabar Bantuan Hukum yang menjadi kuasa hukum korban untuk melakukan pendampingan.