Kamis 10 Apr 2025 07:04 WIB

Prancis Segera Akui Palestina, Israel Panas

Presiden Macron menyatakan Prancis akan akui kedaulatan Palestina pada Juni.

Warga menyambut konvoi yang membawa Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi, dan timpalannya dari Prancis Emmanuel Macron, selama kunjungan mereka ke kota Arish, di perbatasan dengan Jalur Gaza, Mesir, Selasa, 8 April 2025.
Foto: AP Photo/Mohammed Arafat
Warga menyambut konvoi yang membawa Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi, dan timpalannya dari Prancis Emmanuel Macron, selama kunjungan mereka ke kota Arish, di perbatasan dengan Jalur Gaza, Mesir, Selasa, 8 April 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Presiden Prancis Macron mengatakan negaranya akan bergerak menuju pengakuan Negara Palestina. Ia menargetkan bulan Juni sebagai waktu deklarasi tersebut.

"Kita berjuang untuk Gaza, kembalinya perdamaian dan keamanan, bantuan kemanusiaan dan solusi politik. Kita harus bergerak menuju pengakuan – dan dalam beberapa bulan mendatang, kita akan mencapainya," kata Macron saat wawancara dengan program France 5, C a vous.

Baca Juga

Dia mengatakan pengakuan terhadap Palestina juga dapat membantu memastikan pengakuan atas “hak untuk hidup” Israel dan keamanan regional. Pengumuman resmi mengenai “pengakuan timbal balik” dapat dilakukan pada bulan Juni, ketika Prancis memimpin konferensi internasional mengenai Palestina dengan Arab Saudi di New York, kata Macron.

Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar telah menyatakan penolakan keras negaranya sebagai reaksi terhadap usulan Macron agar Prancis bisa mengakui negara Palestina yang berdaulat pada bulan Juni. “Pengakuan sepihak terhadap negara Palestina fiktif, oleh negara mana pun, dalam kenyataan yang kita semua tahu, akan menjadi hadiah bagi teror dan dorongan bagi Hamas,” tulisnya di X. 

“Tindakan semacam ini tidak akan membawa perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan kita lebih dekat – namun sebaliknya: tindakan tersebut hanya akan semakin menjauhkan mereka.” 

Hampir 150 negara anggota PBB mengakui kenegaraan Palestina, namun negara-negara besar dan sekutu Barat seperti AS, Inggris, Perancis, Jerman dan Jepang belum mengakuinya.

Emmanuel Macron pada Selasa mendesak Israel menghentikan blokade di Jalur Gaza.  “Situasi saat ini tidak dapat ditoleransi,” kata Macron di kota el-Arish, Mesir, yang merupakan titik transit utama pasokan ke Gaza. Ia menyerukan dimulainya kembali bantuan kemanusiaan secepat mungkin.

Macron juga menolak gagasan pemerintahan Trump yang disetujui Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyah memaksa warga Palestina meninggalkan Gaza untuk mengubah daerah kantong itu menjadi “Riviera Timur Tengah”. 

Ini disampaikan dalam kunjungannya ke Mesir, di mana ia mengumumkan dukungannya terhadap rencana Arab untuk membangun kembali Gaza. “Kita tidak dapat menghapus sejarah dan geografi. Jika ini hanya sekedar proyek real estat atau perampasan tanah, perang tidak akan pecah."

"Setelah berbulan-bulan pemboman dan perang yang mengerikan, puluhan ribu orang terbunuh. Ada puluhan ribu anak-anak yang dimutilasi dan tidak memiliki keluarga," kata Macron. "Itulah yang kita bicarakan ketika kita berbicara tentang Gaza. Ini bukan proyek real estate."

Selama kunjungannya ke kota El Arish, titik transit utama bantuan menuju Gaza, Macron dan tuan rumahnya, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, mengunjungi warga Palestina terluka yang dievakuasi dari Gaza di sebuah rumah sakit di kota pesisir tersebut, yang terletak 50 kilometer sebelah barat Jalur Gaza.

Macron, Sisi, dan Raja Yordania Abdullah II menyerukan “segera kembali” gencatan senjata pada Senin dalam pertemuan mereka untuk membahas agresi terhadap Gaza dan upaya kemanusiaan untuk meringankan penderitaan 2,4 juta penduduk Jalur Gaza, yang sebagian besar dari mereka telah mengungsi setidaknya satu kali selama perang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement