REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Save the Children mengatakan lebih dari 270 anak-anak telah terbunuh dalam sepekan sejak Israel melanjutkan perangnya di Gaza. Serangan belakangan menandai “hari-hari paling mematikan bagi anak-anak sejak perang dimulai”.
“Bom berjatuhan, rumah sakit hancur, anak-anak terbunuh [dan] dunia terdiam,” kata Rachael Cummings, direktur kemanusiaan Save the Children di Gaza dilansir Aljazirah. “Tidak ada bantuan, tidak ada keamanan, tidak ada masa depan.”
Organisasi tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dimulainya kembali perang adalah “hukuman mati bagi anak-anak Gaza”. Lebih dari 17.900 anak telah terbunuh sejak perang dimulai pada Oktober 2023, menurut Kantor Media Pemerintah Gaza.
"Anak-anak dibunuh saat mereka tidur di tenda, mereka kelaparan dan diserang. Satu-satunya cara untuk memastikan anak-anak dan keluarga terlindungi adalah melalui gencatan senjata yang pasti," kata Save the Children.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pada Selasa bahwa sejak 18 Maret, IDF telah menewaskan sedikitnya 792 orang dan melukai 1.663 orang. Sehingga total selama 18 bulan terakhir menjadi 50.144 orang tewas dan 113.704 orang terluka. Ribuan lainnya hilang dan diperkirakan meninggal.
Pada Senin, Drop Site News melaporkan bahwa kementerian tersebut merilis dokumen setebal 1.516 halaman yang mencantumkan nama lebih dari 50.000 warga Palestina yang dipastikan terbunuh di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Ada total 474 halaman yang mencantumkan lebih dari 15.600 nama anak-anak. 27 halaman pertama mencantumkan nama-nama anak berusia 0-1 tahun.

Selain 876 bayi di bawah usia 1 tahun, Drop Site merinci di media sosial, IDF telah menewaskan sedikitnya 1.686 balita (1-2 tahun), 2.424 anak prasekolah (3-5 tahun), 5.745 siswa sekolah dasar (6-12 tahun), 2.837 remaja muda (13-15 tahun), dan 2.045 remaja tua (16-17 tahun).
Media tersebut mencatat bahwa "jumlah korban ini tidak termasuk kematian yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung seperti kelaparan, penyakit, atau ribuan orang yang masih hilang di bawah reruntuhan. Para peneliti mengatakan jumlah korban sebenarnya bisa tiga hingga lima kali lebih tinggi."
Associated Press melaporkan pada Selasa bahwa "ketika ledakan pertama di Gaza minggu ini dimulai sekitar pukul 01.30 pagi, seorang dokter Inggris yang sedang berkunjung pergi ke balkon sebuah rumah sakit di Khan Younis dan menyaksikan rentetan rudal menyala pada malam sebelum menghantam kota tersebut."
Dr Sakib Rokadiya kemudian menuju ke bangsal darurat Rumah Sakit Nasser, yang segera dipenuhi orang-orang yang terluka akibat serangan tersebut. “Korban anak demi anak, pasien muda demi pasien muda,” katanya. “Sebagian besarnya adalah perempuan, anak-anak, orang tua.”
The Israeli occupation continues its war on Gaza's children, with over 17,950 children killed in the ongoing genocide in the enclave. This innocent girl was killed by U.S.-made bombs last night, her body wrapped in a shroud instead of wearing Eid clothes to celebrate the upcoming… pic.twitter.com/79mpHssGup
— Quds News Network (QudsNen) March 25, 2025
Dr Feroze Sidhwa Sidhwa, seorang ahli bedah trauma Amerika dari California yang tergabung dalam badan amal medis MedGlobal, segera bergegas ke area di mana rumah sakit menampung pasien-pasien paling miskin yang masih dianggap mungkin untuk diselamatkan.
Namun gadis kecil pertama yang dilihatnya, berusia 3 atau 4 tahun. sudah terlalu parah lukanya. Wajahnya hancur karena pecahan peluru. “Secara teknis dia masih hidup,” kata Sidhwa, namun dengan banyaknya korban lainnya “tidak ada yang bisa kami lakukan.” Dia memberi tahu ayah gadis itu bahwa putrinya tak bisa diselamatkan. Sidhwa melanjutkan melakukan 15 operasi, satu demi satu.