REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian di kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Sebelumnya, Kejagung menyampaikan kerugian negara Rp 193,7 triliun.
"Kami akan minta BPK untuk membantu menghitung kerugian negaranya dan insya Allah segera akan kami lakukan," kata Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
Burhanuddin juga meminta Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah untuk segera merampungkan perkasa itu. "lnsya Allah ke depan kami akan terus melaksanakan (pemeriksaan) dan saya minta pada Jampidsus agar perkara ini segera selesai sehingga masyarakat lebih tenang lagi, apalagi menghadapi Hari-Hari Raya begitu," ucapnya.
Penyidik pada Jampidsus Kejagung sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan KKKS periode 2018–2023.
Kejagung menyebut, jumlah kerugian negara yang disampaikan ke publik baru perkiraan penyidik dengan ahli. Kerugian tersebut terdiri atas lima komponen. Di antaranya, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun, dan kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun.
Kemudian, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp 126 triliun dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun. Adapun Kejagung dalam kasus itu telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan KKKS pada 2018-2023.