Jumat 21 Feb 2025 14:44 WIB

PBHI Duga Band Sukatani Diintimasi Polisi Paksa Minta Maaf

Polisi bantah melakukan intervensi terhadap Band Sukatani untuk hapus lagu 'Bayar'.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Personel band Sukatani. Para musisi menyampaikan dukungannya kepada band Sukatani yang memutuskan untuk menarik lagunya berjudul Bayar Bayar Bayar.
Foto: Dok. Instagram/@sukatani.band
Personel band Sukatani. Para musisi menyampaikan dukungannya kepada band Sukatani yang memutuskan untuk menarik lagunya berjudul Bayar Bayar Bayar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyoroti video permintaan maaf Band Sukatani kepada Kapolri dan Institusi Polri. PBHI mencurigai adanya intimidasi polisi hingga Band Sukatani meminta maaf.

PBHI mengaku mendapatkan informasi sempat Band Sukatani menghilang dan tidak dapat dihubungi manajemen dalam perjalanannya dari Bali menuju Banyuwangi pasca tampil. "Diduga ada Anggota Polri yang mengintimidasi dan memaksa untuk meminta maaf atas lagu Bayar Polisi," kata Julius Ibrani kepada Republika, Jumat (21/2/2025).

Baca Juga

PBHI menilai intimidasi terhadap karya seni Band Sukatani tersebut adalah pelanggaran HAM yang sistematis dan terstruktur. "Ada unsur negara sebagai pelaku, yakni Polri, dimana Polri merupakan bagian dari fungsi pertahanan dan keamanan negara serta di bawah struktur dan instruksi Presiden dalam konteks ketatanegaraan Indonesia," ujar Julius.

Bahkan, kata ia, personel Band Sukatani terpaksa membuka identitas anonimitas yang selama ini menjadi ciri khas demi keamanan atas karyanya yang kritis. Band Sukatani pun meminta pengguna media sosial untuk menghapus video dan lagu yang viral, yang berjudul 'Bayar Bayar Bayar'.

"Lagu ini memuat lirik yang meng-capture fakta banyaknya tindakan koruptif Polri yang menjadikan masyarakat sebagai korban," ujar Julius.

PBHI mengingatkan hak kebebasan berekspresi merupakan bagian kebudayaan yang menjadi tonggak kemajuan peradaban bangsa. Oleh karenanya, intimidasi dan tindakan represif polisi terhadap Band Sukatani melanggar jaminan hak kebebasan ekspresi seni sebagaimana Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 23 ayat (2) UU HAM hingga DUHAM dan Pasal 19 International Civil and Political Rights.

"PBHI mengingatkan pembatasan dan pembredelan terhadap kebebasan berekspresi dalam bentuk karya seni adalah ciri khas dari rejim otoriter Orde Baru, karenanya seniman dan karya seni yang mengkritik pemerintah pasti dibredel dan dikriminalisasi, penerbitan dan publikasinya dilarang hingga dimusnahkan," ujar Julius.

"Sebut saja nama Iwan Fals. Represi terhadap Band Sukatani adalah repetisi rejim otoriter Orde Baru, pendekatan berbasis intelijen yang senyap tersembunyi adalah kekhasan Pangkopkamtib Orde Baru."

PBHI mencatat pelanggaran HAM berkaitan hak berekspresi bukan kali ini saja terjadi. Pada akhir Desember 2024 lalu, Galeri Nasional Indonesia diduga membredel lukisan Yos Suprapto yang bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” yang telah diriset belasan tahun dengan dalih tidak relevan.

Polisi bantah intervensi

Sementara itu, Polda Jawa Tengah (Jateng) bantah telah melakukan intervernsi agar Band Sukatani minta maaf. Polda mempersilakan band punk asal Purbalingga, Sukatani, mengedarkan kembali lagu mereka yang berjudul "Bayar Bayar Bayar". Sukatani pun dibebaskan jika hendak membawakan lagu tersebut ketika mereka berpartisipasi dalam pentas musik.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement