Sabtu 25 Jan 2025 08:17 WIB

Polemik SHBG Pagar Laut Desa Kohod, Debat Nusron dan Kades, Benarkah Dulu Empang?

Area Pagar Laut di Desa Kohod itu dulunya disebut empat yang terabrasi.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.
Foto: Republika.co.id
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagar laut masih menjadi perbincangan publik dalam sepekan terakhir. Setelah berlarut-larut, pemerintah akhirnya memutuskan untuk membongkar pagar laut tersebut secara bertahap.

Meski demikian, masih ada polemik yang tersisa. Polemik tersebut salah satunya yakni terkait status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang ada di area perairan Pagar Laut di Desa Kohod.

Baca Juga

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid memastikan sekitar 50 sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM) pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, telah diselesaikan dengan pembatalan.

Dari 50 sertifikat HGB/HM pagar laut yang secara resmi telah dibatalkan legalitasnya, antara lain, milik PT Intan Agung Makmur (IAM) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.

"Hari ini kami bersama tim melakukan pembatalan sertifikat, baik itu HM maupun HGB. Itu tempat terbitnya sertifikat HGB. Yang kami sebut nama PT IAM," katanya, kemarin.

Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi terhadap penerbitan sertifikat HGB dan HM pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, khususnya di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji ini, dia menegaskan bahwa sertifikat itu berstatus cacat prosedur dan materiel batal demi hukum.

"Tata caranya proses menuju pembatalan itu dimulai dari cek dokumen yuridis. Kalau cek dokumen yuridis bisa kami lakukan di kantor, di balai desa juga bisa, tempat bisa ngecek-ngecek begitu," ucapnya.

Namun langkah ini masih juga menjadi polemik, karena muncul pandangan bahwa wilayah perairan yang telah dipagari di Desa Kohod dulunya adalah daratan sebelum terkena abrasi.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Desa Kohod terhadap Nusron Wahid. Keduanya pun sempat berdebat. Kepala Desa Kohod bersikukuh bahwa area itu sebelumnya adalah empang sebelum terkena abrasi. Kemudian dikasih batu sejak 2004 karena khawatir abrasi sampai ke permukiman.

Kuasa Hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid, mengatakan, pagar laut yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang mereka miliki, sebelumnya adalah daratan dan bukan laut. Daratan itu terabrasi sehingga menjadi laut.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement