Rabu 15 Jan 2025 04:04 WIB

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten Akhirnya Jawab Pagar Laut, Ini Penjelasannya

Hingga kini, pagar laut di Tangerang belum terang siapa pemiliknya.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Mas Alamil Huda
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti buka suara terkait polemik pagar laut di Tangerang yang belum terang siapa pemiliknya. Dia mengatakan, klaim pagar laut yang terbuat dari bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di laut pantai utara Kabupaten Tangerang untuk cegah abrasi, perlu dibuktikan.

“Karena bilang abrasi ya, nggak apa-apa sepanjang mereka bisa membuktikan, karena semua orang bisa mengeklaim seperti itu. Tinggal kita sama-sama bagaimana itu bisa membuktikan,” ujar Eli Susiyanti di Serang, Banten, Selasa (14/1/2025).

Baca Juga

Eli mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten tetap berpegang teguh pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023–2043, untuk pemanfaatan ruang laut dan zonasinya. Dia menjelaskan, pagar laut tersebut melewati beberapa zona yakni zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan dan zona pariwisata.

Hal tersebut, kata dia, jelas melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) dalam perda tersebut. "Sebab seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut, dalam hal ini pemagaran laut yang diklaim untuk cegah abrasi, harus berizin," kata Eli.

“Sampai saat ini pengajuan untuk mengubah RTRW itu, ke kami nggak ada pengajuan. Terindikasi ada kepentingan umum yang terlanggar,” kata dia menambahkan. Eli mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pencabutan pagar laut tersebut, sembari mengidentifikasi masalahnya.

Sebelumnya, nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, mengeklaim bahwa pagar bambu sepanjang 30,16 km yang terbentang di laut pantai utara (Pantura) di daerah itu dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.

Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu (11/1/2025) mengatakan, pagar laut yang kini ramai diperbincangkan di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya. Menurut dia, tanggul laut dengan struktur fisik yang memiliki fungsi cukup penting dalam menahan terjadinya potensi bencana seperti abrasi.

Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur. Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami.

Ia mengungkapkan, bila kondisi tanggul laut yang baik maka area sekitar pagar bambu dan di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan, dan ini memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement