REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengungkapkan, tradisi intelektual sangat penting dalam kehidupan. Bahkan, Presiden ke-1 Republik Indonesia Sukarno merumuskan metode perjuangan diawali dengan tradisi intelektual.
Presiden ke-5 RI tersebut menjelaskan, tradisi intelektual tersebut dibangun agar masyarakat menjadi pintar. Hal itu diperlukan agar masyarakat tidak mudah dibodohi.
"Lo banyak orang kayak begitu sekarang. Aku saja suka jadi gagap-gagap, iki pintar opo ora iki?" kata Megawati dalam pidato politiknya saat HUT ke-52 PDIP di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
Ia pun menyinggung kasus pejabat negara yang mendapatkan gelar doktor, tapi gelarnya itu ditangguhkan. Pejabat itu tak lain adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya (Golkar) Bahlil Lahadalia.
"Iku sopo yang doktornya enggak jadi itu, sopo yo? (Itu siapa yang gelar doktornya tidak jadi, siapa ya)," tanya Megawati.
Para kader PDIP pun serempak menyebut nama Bahlil. Sebutan nama itu disertai dengan tawa dari sejumlah kader. "Enggak, aku lupa bener. Bukannya saya mau ini," kata Megawati seolah tidak mendengar nama Bahlil.
Anak kandung Sukarno dari istri Fatmawati tersebut menceritakan kisahnya yang tak bisa kuliah pada masa Orde Baru. Padahal, kuliah itu merupakan salah satu tradisi intelektual.
"Nah dengan tradisi intelektual, lo kok saya enggak boleh kuliah? Profesor wae telu, bingung dewe aku. Itu bukannya universitas elek-elek lo," kata Megawati.
Ditangguhkan...