REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapkan para narapidana calon penerima amnesti bakal menjalani pendidikan HAM. Pigai meyakini pendidikan itu bermanfaat dalam proses integrasi ke masyarakat.
Hal itu disampaikan Pigai saat mengunjungi Lapas Kelas 1 Cipinang, Jakarta pada Rabu (8/1/2024). Dalam kunjungan ini, Pigai sayangnya hanya berbincang dengan Pelaksana Harian Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Fonika Affandi dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Jakarta, Tonny Nainggolan.
Pigai tak mengecek langsung bagian dalam dari Lapas itu. Pigai pun tak menengok bagaimana kondisi para napi di sana. "Dari 44 ribu napi yang akan dapat amnesti, sebelum mereka kembali ke masyarakat harus ada dua tahap yaitu berikan pendidikan dan bantuan supaya mereka mengerti (HAM)," kata Pigai dalam kunjungan tersebut.
Pigai memandang pentingnya mendidik napi calon penerima amnesti. Sebab mereka harus paham konsep HAM agar tak lagi melanggar hukum.
"Misalnya ada yang masuk penjara karena membunuh itu merampas hak hidup, mencuri itu merampas hak orang. Mereka punya mindset yang bersimpangan dengan HAM makanya kami harus didik mereka untuk humanis, untuk menghargai HAM," ujar Pigai.
Pigai berharap pendidikan HAM bermanfaat dalam integrasi napi ke masyarakat. Sehingga mereka mendapat bekal memadai untuk terjun menjadi bagian masyarakat.
"Ketika mereka kembali jadi masyarakat, mereka tahu mana haknya. Kami meminta sebelum ada amnesti harus ada sosialisasi HAM, setelah mendapat bekal HAM bagaimana hormati HAM, bagaimana jaga nilai HAM tentu mereka akan ngerti kewajiban sebagai masyarakat untuk integrasi," ujar Pigai.
Pigai juga menyebut setidaknya napi calon penerima amnesti mendapat pendidikan dasar soal HAM. "Minimal HAM dasar akan kita ajarkan. Setelah itu pelatihan komcad agar mereka jadi bagian dari pertahanan semesta," ujar Pigai.
Diketahui, pemberian amnesti tersebut dilakukan untuk mengurangi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan dan atas dasar pertimbangan kemanusiaan.
Adapun pemberian amnesti akan mencakup kepada sejumlah narapidana, yakni narapidana yang menderita penyakit berkepanjangan seperti HIV/AIDS dan yang mengalami gangguan kejiwaan. Beberapa narapidana yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang terkait dengan penghinaan presiden juga akan diberi amnesti.
Selain itu, narapidana terkait kasus Papua yang tidak terlibat dalam aksi bersenjata juga akan diberikan amnesti. Kebijakan itu dilakukan sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi di Papua.