REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan regulasi baru yang mewajibkan perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk membeli minyak dari sumur-sumur rakyat. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025.
Menanggapi hal ini, Abdul Rahman Farisi, Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, menyebut regulasi ini sebagai penanda era baru pengelolaan sektor migas nasional yang lebih inklusif dan berpihak pada ekonomi kerakyatan.
“Hanya di zaman Presiden Prabowo dan Menteri Bahlil, pelaku UMKM, koperasi, dan BUMD diberi ruang konkret untuk menjadi pemain di sektor migas. Ini bukan sekadar regulasi teknis, melainkan kebijakan strategis yang mengubah lanskap industri energi Indonesia,” ujar Abdul Rahman, Rabu (18/6).
Ia menilai kebijakan ini memiliki dua misi utama yang saling melengkapi. Pertama, untuk mengejar target lifting minyak nasional demi memperkuat ketahanan energi. Kedua, untuk membuka akses seluas-luasnya bagi pelaku UMKM, koperasi, dan BUMD agar turut berperan dalam sektor migas yang selama ini sangat inklusif dan padat modal.
“Ini strategi yang bijak dan berdampak langsung. Kita mempercepat swasembada energi, dan di saat yang sama memperluas afirmasi ekonomi bagi masyarakat lokal. Sektor yang dulu eksklusif, kini menjadi inklusif,” jelas mantan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin ini.
Abdul Rahman menekankan, kebijakan ini juga membuka ruang legal bagi sumur-sumur minyak rakyat yang selama ini dianggap ilegal. Menurutnya, langkah ini akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru.
“Legalitas sumur rakyat ini adalah langkah revolusioner. Selama ini ada puluhan ribu sumur rakyat yang beroperasi secara informal dan sering kali distigma ilegal. Padahal, jika difasilitasi dan disupervisi dengan benar, mereka bisa menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat pendapatan daerah, dan menumbuhkan ekonomi lokal melalui multiplier effect dari sektor migas,” ungkapnya.
Ia juga menilai, kebijakan ini bukan sekadar simbol keberpihakan, tetapi juga potensi riil untuk menciptakan ribuan pelaku usaha energi di berbagai daerah. Jika dikawal secara konsisten, Indonesia dapat menciptakan rantai pasok energi yang lebih merata dan adil.
“Bayangkan jika di setiap daerah penghasil minyak, pelaku UMKM, BUMD dan Koperasi lokal bisa ikut menyalurkan produksi, menyerap tenaga kerja, dan mendapatkan bagian nilai tambah dari industri Migas. Ini bisa menjadi model baru ekonomi energi nasional yang berbasis rakyat,” tegasnya.
Menurut Abdul Rahman, pendekatan Presiden Prabowo yang diterjemahkan oleh Menteri Bahlil dalam sektor ESDM menunjukkan keberanian politik untuk mereformasi struktur industri energi yang selama ini terkesan tertutup.
“Presiden bersama Menteri Bahlil menunjukkan bahwa sektor migas tidak hanya milik perusahaan besar. Ketika negara hadir dan memberi ruang bagi yang kecil, maka kita bukan hanya bicara produksi, tapi juga keadilan ekonomi,” pungkasnya.