Sabtu 04 Jan 2025 14:59 WIB

Ambang Batas Dihapus, Wakil Baleg: Tetap Perlu Pembatasan, Bayangkan Kalau Ada 200 Capres

DPR akan melakukan rekayasa konstitusional agar pasangan capres tidak terlalu banyak.

Rep: Bayu Adji P / Red: Teguh Firmansyah
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diputuskan dalam sidang pamungkas atas perkara 62/PUU-XXII/2024.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diputuskan dalam sidang pamungkas atas perkara 62/PUU-XXII/2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Dengan adanya Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024, seluruh partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Iman Sukri mengaku menghormati putusan MK yang menghapus ambang batas 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam pencalonan presiden dan wakil presiden. Pasalnya, putusan MK itu bersifat final dan mengikat.

Baca Juga

"Karena sudah diputuskan oleh MK, kami hormati putusan MK," kata dia saat dihubungi Republika, Sabtu (4/1/2025).

Kendati demikian, ia menilai, pembatasan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden tetap harus dilakukan. Menurut dia, pemilihan presiden (pilpres) akan sulit dilakukan apabila jumlah calon yang maju tidak dibatasi.

"Tapi memang kita, semangat demokrasi ini juga demokrasi yang perlu ada pembatasan. Karena bisa dibayangkan kalau ada 200 calon presiden kan agak repot juga ngaturnya," ujar dia.

Karena itu, DPR pasti akan melakukan rekayasa konstitusional agar pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) tidak terlalu banyak. Karena itu, diperlukan pengetatan untuk menjaring capres dan cawapres. Namun, DPR juga tetap akan berpatokan dengan Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 dalam melakukan rekayasa konstitusional.

"Tunggulah ini pasti dalam sebulan-dua bulan ini akan digarap," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda juga menghormati putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden. Menurut dia, DPR bersama pemerintah tentu akan menindaklanjuti putusan MK tersebut dalam pembentukan norma yang merujuk pada undang-undang terkait pencalonan presiden dan wakil presiden.

“Tentu pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di undang-undang terkait dengan persyaratan calon presiden dan wakil presiden,” kata dia, Rabu (2/1/2025).

Ia menilai bahwa putusan MK tersebut menjadi babak baru dalam lanskap demokrasi konstitusional Indonesia. Pasalnya, putusan itu membuka ruang bagi siapapun untuk mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres.

“Apapun itu, MK putusannya final and binding karena itu kita menghormati dan berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” kata Rifqi.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement