Jumat 03 Jan 2025 07:48 WIB

Korupsi Timah Rp 300 Triliun, MA: Kerugiannya Harus Nyata, Bukan Potential Loss

Kalau di tipikor tidak lagi menjadi potential loss, tetapi actual loss, seperti itu,

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Yanto saat paparan di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2024).
Foto: Antara/Rio Feisal
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Yanto saat paparan di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengatakan, kerugian negara dalam suatu perkara korupsi harus nyata, bukan sebatas potensi saja. "Kerugiannya harus nyata itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25 Tahun 2016, dan declare (diumumkan) dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bahwa korupsi itu harus nyata," kata Juru Bicara MA, Yanto saat paparan di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2024).

Yanto menjelaskan, hakim mengacu kepada Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah diperkarakan dan diputuskan melalui Putusan MK Nomor 25 Tahun 2016. Pada putusan tersebut, MA berpendapat penerapan unsur merugikan keuangan dengan menggunakan konsepsi actual loss.

Baca Juga

Hal itu dilakukan agar dapat lebih memberikan kepastian hukum yang adil dan bersesuaian dengan upaya sinkronisasi dan harmonisasi instrumen hukum nasional maupun internasional. Sehingga hakim tidak berpatokan kerugian berupa potensi saja.

Sementara itu, saat ditanyai oleh para jurnalis mengenai potensi kerugian negara karena kerusakan lingkungan pada kasus yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis, Yanto mengatakan, tidak bisa menyinggung perkara tersebut. Hanya saja, ia menekankan, secara teori kerugian negara karena kerusakan lingkungan dinilai sebatas potensi saja, bukan kerugian nyata.

"Kalau secara teori, kan kalau di tipikor tidak lagi menjadi potential loss, tetapi actual loss, seperti itu, harus nyata kerugiannya. Itu didasarkan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25 Tahun 2016, dan declare BPK," ujar Yanto.

Sebelumnya, Harvey Mois dinyatakan bersalah dan dihukum 6,5 tahun dalam perkara korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara Rp 300 triliun. Adapun angka Rp 300 triliun bersumber dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang merilis potensi korupsi pengelolaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015 hingga 2022.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang," kata hakim ketua Eko Aryanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).

Selain itu, MA menjelaskan aset terdakwa Helena Lim, dikembalikan karena dinilai tidak ada kaitannya dengan kejahatan atau tindak pidana. "Kenapa dikembalikan? Pasti ada pertimbangan bahwa tidak ada kaitannya dengan tindak pidana," kata Juru Bicara MA Yanto.

Helena Lim merupakan terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada kurun 2015–2022. Yanto menjelaskan, pengembalian aset dapat dilakukan bila di persidangan terbukti tidak berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani.

Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), telah diatur benda yang disita untuk suatu perkara dapat dikembalikan ke pemiliknya. Sementara itu, kata Yanto, aset juga dapat disita sesuai dengan Pasal 39 dan 42 KUHAP.

"Jadi, barang-barang bukti yang diajukan di persidangan yang diperoleh atau digunakan untuk melakukan tindak pidana, maka dapat disita untuk negara atau dimusnahkan atau untuk negara, seperti itu," jelas Yanto.

Majelis hakim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/12/2024), memerintahkan agar aset Helena Lim dikembalikan ke yang bersangkutan. Adapun Helena Lim telah divonis lima tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada kurun 2015-2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement